Bisnis, Matasulsel – Bagi sebagian masyarakat Indonesia, bisa makan di rumah makan modern, yang dilengkapi pendingin ruangan dan lemari saji dari kaca yang canggIn, merupakan se­buah kebanggaan. Apalagi jika menu yang disajikan adalah fried chicken, ayam goreng tepung ala Amerika Serikat. Begitulah, ketika Amazy Chicken & Potatoes Crips membuka gerai cepat saji di Sangatta, ka­bupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, masyarakat rela mengantre berjam-jam demi mendapatkan sepiring ayam goreng tepung dan kentang goreng, seperti yang biasa mereka saksikan di layar.

Gerai Amazy yang menempati lokasi paling strategis di Sangatta Trade Center selalu dipadati warga lokal. Meski di antara konsumen terlihat wajah-wajah bule maupun orang Jakarta, yang terlihat dari gaya berpakaian dan berbicara. Maklum, meski kota kecil, Sangatta meru­pakan basis PT Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan penghasii batubara terbesar di Indonesia. Menurut catatan pihak Amazy, omzet gerai di pusat perbelanjaan itu men­capai Rp300 juta-an per bulan.

Namun, keadaan berubah drastis ketika Kentucky Fried Chicken (KFC) berekspansi ke kota mungil itu. “Omzet kami mendadak an­jlok,” ungkap Suwanto, Direktur PT Magfood Amazy Intemasional. Tak lama setelah menghadapi kompetitor raksasa, ornzet Amazy hanya tinggal Rp80 juta-an per bulan. Ironisnya, pemain raksasa dari AS itu menempati lokasi yang sebe­lumnya ditempati Amazy di sebuah pusat perbelanjaan. “Masa sewa kami habis. Dan, ketika hendak memper­panjang masa sewa, pengelola gedung memilih menye­wakannya pada kompetitor kami,” imbuh Suwanto, getir. Alhasil, Amazy harus keluar dari mal itu dan membuka gerai di sebuah ruko.

Kisah pahit Amazy menghadapi kompetitor “raksa­sa” tidak hanya itu. Semula,franchise lokal yang dirintis sejak 2007 itu menjadi pemain tunggal di Cirebon, Jawa Barat. Belum ada gerai yang menyajilcan fried chicken. Hampir mirip seperti kondisi di Sangatta, masyarakat lokal terus memadati gerai Amazy. Menurut catatan per­usahaan, omzet gerai yang berada di jalan Kartini, jalan utama di Cirebon, mencapai Rp130 juta-an per bulan. “Itu pencapaian luar biasa. Karena harga jual produk di Jawa tidak setinggi di luar Jawa. Dari sisi kuantitas, produk yang dijual lebih banyak,” terang Suwanto.

Sayang, semakin tinggi pohon semakin ken­cang angin menerpa. Hanya berselang setahun dari pendirian gerai, Amazy menghadapi rival beratnya: KFC dan McDonald’s. Kedua pemain besar ini mengambil lokasi mengapit gerai Amazy, jaraknya hanya sekitar 100 meter. Bagai semut diapit gajah, Amazy, yang cuma menempati ruko kecil berukuran 3,5 meter x 20 meter, harus bersaing menghadapi KFC dan McD yang menem­pati gedung megah dan memiliki fasilitas lebih lengkap. Walhasil, omzet Amazy turun tajam, hingga tinggal Rp90 juta-an.

Ketika melihat serangan KFC yang berhasil merebut sebagian pasar Amazy cabang Cirebon, Suwanto menge­luarIcan jurus penjualan langsung. Setiap hari Minggu, di alun-alun utama wilayah tersebut, yang biasanya ra­mai warga masyarakat, Amazy membuka gerai dadakan. “Kami menjual beberapa menu dalam kotak, yang bisa langsung dinikmati warga,” kata dia.

Tak cuma itu, ini uniknya, Amazy mengeluarkan badut Amy, ikon mereka, untuk membagikan balon kepa­da anak-anak yang berada di alun-alun dan membolehkan mereka untuk bersama. Gratis. Tapi, untuk mendapatkan foto itu, masyarakat harus mendatangi gerai dan menun­jukkan bukti foto. “Saya yakin orang tua yang mengam­bil foto anaknya yang berfoto bersama Amy, pasti akan membeli produk makanan kami. Meski hanya satu,” imbuh Suwanto, tergelak. Strategi pemasaran itu terbukti berhasil mendongkrak penjualan Amazy.

www.majalahduit.co.id