Mengurung Demokrasi
Dari sinilah kemudian demokrasi di bully, di sandera bahkan dikurung oleh kepentingan politik yang lebih besar. Realitas ini kemudian turun sampai ke level pilkada gubernur, walikota maupun kabupaten. Parpol pun mengalami “kecemasan” antara memilih kadernya atau terpaksa membeli “tokoh” dari luar partai. Terus, kalau demikian prakteknya, maka dimana sesungguhnya eksistensi dan proses kaderisasi didalam partai, ataukah parpol tidak percaya diri ? semua itu kembali menjadi tantangan bagi parpol untuk menjelaskan ke publik.
Dan sangat ironis, pada proses transaksional politik antar partai, maka berkecendrungan mengurung demokrasi. Ketokohan tersandera karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli kendaraan (parpol). sehingga banyak tokoh-tokoh potensial yang seharusnya tampil menjadi pemimpin yang lebih baik,tetapi apa daya tidak sanggup membeli kendaran untuk maju. Jadi kalau begitu, kemana demokrasi itu di kurung ? apakah sangat mungkin demokrasi itu dikurung oleh para bandar, bandit, dan mafia politik, dan kalau ini ter(jadi), maka akan melahirkan pemimpin seperti badut, bahkan seperti wayang yang di kendalikan oleh dalangnya. semoga tidak terjadi. (*)
oleh : Andi Ilham Samanlangi
Peneliti di OGIE Institute Research and Political Development.