Oleh : Haerullah Lodji (Pemantik Pelatihan Ekonomi Kreatif)

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Jeneponto menyelenggarakan sebuah Pelatihan yang bertajuk Strategi dan Inovasi Potensi Lokal Ekonomi Kreatif, bertempat di Kafe Dalle, Kelurahan Empoang Kecamatan Binamu, (25-26/7/2025).

Pada kesempatan ini saya di amanahkan untuk memantik peserta pelatihan yang berjumlah 30 orang pelaku UMKM dan ekraf dari berbagai Kecamatan.

Dengan demikian sebagai pemateri, saya sarikan materi pelatihan dengan rangkaian kalimat yang sangat sederhana sebagai berikut.

Dalam struktur ekonomi global yang semakin tak menentu, daerah seperti Kabupaten Jeneponto memerlukan lebih dari sekadar proyek pembangunan fisik. Yang dibutuhkan adalah strategi yang membumi, bertumpu pada kekuatan lokal dan dapat menumbuhkan kemandirian. Ekonomi kreatif berbasis potensi lokal bukan hanya menawarkan solusi ekonomi, tetapi juga membangun identitas dan harga diri kolektif masyarakat.

Potensi Jeneponto sangatlah beragam dari kuda dan tenun kain tope hingga sungai dan kopi Rumbia, dari makanan khas hingga tradisi je’ne je’ne Sappara. Semua ini bukan hanya simbol budaya, tetapi sumber daya ekonomi yang nyata. Ketika potensi lokal ini dikembangkan dengan pendekatan inovatif, maka ia berubah dari sesuatu yang biasa menjadi luar biasa.

Kita sering kali terjebak pada pandangan sempit bahwa pembangunan hanya datang dari luar dari modal besar, investor asing, atau proyek-proyek pusat. Padahal, kekuatan sejati sering kali berada di halaman rumah kita sendiri.

Seikat lontar bisa menjadi produk eksotik semangkuk sambal khas bisa menjadi ikon rasa daerah sebidang tanah pegunungan bisa menjadi destinasi wisata dunia. Yang dibutuhkan hanyalah satu inovasi.

Inovasi bukan soal canggihnya teknologi. Inovasi adalah keberanian untuk berpikir berbeda, untuk melihat potensi yang selama ini dianggap biasa sebagai sumber nilai tambah. Dengan inovasi, keripik pisang bisa dikemas menarik, tenun bisa masuk pasar fesyen global, dan kampung kopi bisa menjadi tempat belajar dan healing. Di sinilah nilai ekonomi kreatif lahir bukan dari penggandaan fisik, tapi dari penggandaan nilai.

Lebih dari sekadar peluang bisnis, ekonomi kreatif adalah alat pengentasan kemiskinan dan kebodohan. Ia membuka lapangan kerja yang tak selalu bergantung pada ijazah tinggi, tetapi pada kemauan belajar dan semangat kolaborasi.

Ia memberi ruang bagi anak muda untuk tetap tinggal di kampung halamannya sambil tetap terkoneksi dengan pasar dunia. Ia mengajak perempuan untuk berdaya di rumah dan komunitas. Dan ia membawa para pelaku tradisional ke dalam percakapan ekonomi yang inklusif.

Dengan pendekatan berbasis ekosistem seperti yang disusun dalam pelatihan ini, setiap pelaku ekonomi baik UMKM, seniman, petani, maupun pemuka agama dapat menemukan perannya. Dari Sentra Kreatif hingga Zona Religi Kreatif, setiap kelompok mewakili harapan baru, bahwa pembangunan bisa dimulai dari desa, dari lorong, dari komunitas yang percaya diri terhadap identitasnya.

Tantangan tentu akan datang. Mulai dari infrastruktur yang terbatas, regulasi yang belum mendukung, hingga rendahnya literasi digital. Tapi tantangan bukan untuk ditakuti. Ia adalah bagian dari perjalanan.

Dan perjalanan ini sudah dimulai, dengan langkah kecil namun pasti, melihat kembali, mencintai kembali dan mengembangkan kembali potensi lokal Jeneponto sebagai jantung ekonomi yang bermartabat.

Jika setiap warga diberi ruang untuk berinovasi, jika setiap potensi diberi nilai tambah, dan jika setiap mimpi diberi tempat bertumbuh, maka Jeneponto tidak hanya akan dikenal sebagai daerah potensial. Ia akan dikenang sebagai daerah yang bangkit karena kekuatannya sendiri.