“Saya tidak bisa jamin Ipar saya Jumras bersih, tetapi dalam kasus pencopotannya ini, saya jamin Jumras berada di pihak yang benar. Apalagi bukan hanya Jumras, tetapi ada Hatta, ada Lutfie dan ada yang lainnya dicopot dengan cara dipermalukan lebih dulu ke publik, baru kemudian dicopot. Sama persis yang dialami Jumras ipar saya,” tegas Mulawarman kali ini dengan nada tinggi.

Mulawarman lalu menceritakan, bahwa hampir semua Gubernur dan Rektor Unhas pernah dikritiknya. Prof Amirudin soal Stadion Mattoangin misalnya. Tetapi yang paling heboh karena menyita perhatian publik nasional, adalah kritik pada kebijakan Gubernur Sulsel Zainal Basri Palaguna yang mengadakan mobil mewah Pajero untuk jadi kendaraan dinas para Bupati dan Walikota di Sulsel.

“Saya sampai lama dimusuhi Pak Palaguna. Padahal saya ini dikenal dimanja oleh Pak Palaguna. Saya setiap hari, saat istirahat, dipanggilnya masuk ke ruang kerjanya berdiskusi. Kemana-mana saya diajaknya. Tetapi saya anggap kebijakan beliau salah beli mobil mewah untuk bupati dan walikota akan menyinggung rasa keadilan rakyat Sulsel, saya langsung kritik dan menuliskan kritik saya,” cerita Mulawarman lagi.

Khusus Nurdin Abdullah, lanjut Mulawarman yang digelari si Kancil oleh teman-temannya di Unhas, meski Akbar teman saya dan yunior saya, tetapi dengan komentarnya itu, saya yakin dia tidak kenal saya.

Buktinya, kata Mulawarman lagi, dirinya bukan baru sekarang kritik Nurdin Abdullah atau baru kritik Nurdin Abdullah setelah Nurdin Abdullah mencopot Jumras iparnya. Tetapi jauh sebelum kasus Jumras ini ada, tambah Mulawarman lagi, dirinya sudah mengkritik Nurdin Abdullah, jejak kritiknya bisa diketemukan.

“Publik Sulsel mungkin masih ingat tulisan saya ‘Smelter Dimana, Tambangnya Dimana’ ? Atau tulisan saya di Tribun ‘Sulsel Bukan Bantaeng’ dan tulisan saya yang panjang kritik saya pada Tim TP2D Nurdin Abdullah di Tribun Timur selama 3 hari berturut-turut,” ungkap Mulawarman seraya menegaskan dirinya fokus mengkritik Nurdin Abdullah, semata karena Nurdin Abdullah melakukan kesalahan mendasar dan fatal.

“Dia tidak menghargai manusia, hak dasar manusia yang ingin dihargai. Sementara yang dipimpinnya manusia. Nurdin Abdullah bukan pemimpin, karena tidak bisa menghargai hak dasar manusia yang dipimpinnya,” kata Mulawarman tegas mengakhiri tanggapannya. (***)