Oesman Sapta, salah satu anggota DPR RI Komisi II mengatakan dengan perbaikan jalur komunikasi kepala daerah dengan melibatkan kemendagri, DPR RI, DPD RI, dan Pemda akan meminimalisir ketimpangan tersebut. Di bulan oktober lalu, Presiden Jokowi membatalkan sebanyak 3.143 Perda karena dinilai memperlambat kinerja pemerintahan di tiap-tiap daerah.

Selain tidak singkron dengan regulasi pemerintah pusat, panjangnya jalur birokrasi juga menjadi alasan ribuan Perda tersebut dibatalkan. Sehingga, dengan begitu di daerah tidak ada lagi regulasi yang akan menghambat proses-proses pembangunan ekonomi seperti dulu. Bahkan dengan singkronsasi regulasi dari daerah ke pusat akan mempermudah laju pertumbuhan ekonomi kita nantinya, Tegas Jokowi (18/10). Bukan berarti tidak akan ada lagi Perda, melainkan Perda akan tetap ada dengan syarat sudah singkron dengan regulasi pemerintah pusat. Selebihnya, regulasi tersebut tetap ada untuk menjaga stabilitas otonomi daerah sebagaimana yang ditetapkan undang-undang.

Perda-Perda yang sudah dibuat juga tidak langsung dihapuskan secara menyeluruh. Namun ada proses perbaikan dan singkronisasi yang melibatkan semua elemen pemerintah dari pusat dan daerah. Sehingga upaya singkronisasi Perda lebih tertata rapi dan sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Hal ini juga memberikan peluang sebesar-besarnya bagi para investor yang ingin berinvestasi di daerah agar tidak kabur karena rumitnya prosedur yang harus mereka selesaikan sebelum berinvestasi. Keuntungan dari adanya pembenahan regulasi ini akan berdampak positif bagi masyarakat yang ada di daerah untuk meningkatkan pendapatan ekonominya.

Oleh sebab itu, pembahasan mengenai singkronisasi Perda harus ditindaklanjuti agar segera menemukan konklusi atas segala persoalan negara yang selama ini terhambat dieksekusi oleh pemerintah. Disamping itu, dengan berdirinya Omnibus Law yang dikawal lansung oleh Menko Polhukam bisa jadi solusi atas permasalahan regulasi kita selama ini. Omnibus Law harus diberlakukan di semua daerah agar tidak ada lagi ketimpangan regulasi di negeri ini. Regulasi harus disahkan oleh satu pintu pemerintah, yaitu pemerintah pusat. Fungsi Perda adalah menerjemahkan regulasi tersebut dalam bentuk yang lebih sederhana sesuai dengan situasi daerah bersangkutan.

Langkah selanjutnya agar tidak menimbulkan keributan di publik adalah Perda-Perda disosialisasikan di masyarakat agar muncul pemahaman hukum yang merata. Penolakan terhadap regulasi biasanya karena tidak ada upaya dari pihak berwenang untuk memberitahukan kepada khalayak sehingga tidak dipahami dan akhirnya menimbulkan kericuhan. Untuk itulah, setiap regulasi membutuhkan komunikasi yang aktif agar dapat dijalankan dengan massif dan memiliki nilai kebermanfaatan bagi masyarakat Indonesia.

Penulis: Nur Alim MA, pengamat politik dan pemerintahan, menetap di Kota Malang.(*)