Opini Analisa Komunikasi Politik Berbasis silaturahmi
Ketiga, kebanyakan kandidat berusaha membangun oposisi binner antara dirinya dengan kandidat lain di hadapan para pendukung atau pemilih. Oposisi biner adalah sebuah konsep mengenai pola pengenalan manusia terhadap simbol dan makna akan kata. Konsep ini menjelaskan mengenai suatu yang selalu memiliki lawan maka akan terbentuk nilai dan makna sesungguhnya.
Oposisi biner sejatinya bukanlah sesuatu yang berlawanan, melainkan sesuatu yang saling melengkapi. Segala sesuatu yang saling melengkapi tidak dapat dipisahkan dengan tingkatan karena sejatinya kita tidak dapat memahami yang satu tanpa memahami yang lainnya. Pada pemilu yang terjadi adalah para kandidat sibuk bersalin rupa dan bersilaturahmi dengan masyarakat untuk menjadi yang terbaik diantara calon yang lainnya. Ungkapan-ungkapan ini tentu saja tidak akan keluar dari mulut kandidat saja, tapi dia akan menyebar melalui berbagai media bisa manusia melalui lisan, tetapi juga bisa melalui media tulisan.
Keempat, blusukan tanpa makna. Kata blusukan popular para kandidat sejak dalam melakukan aktivitas ini adalah semata-mata untuk mengetahui yang sebenarnya kondisi dan keadaan masyarakat, baik problem yang ada di dalam masyarakat untuk inspirasi program pembangunan yang akan diterapkan, pengaruh program yang diterapkan ataupun sebagai bahan evaluasi penerapan program yang diterapkan apakah sudah tepat sasaran dan berhasil guna untuk rakyat di bawah kepemimpinannya. Blusukan bisa diartikan masuk ke tempat-tempat yang tidak nyaman bagi kehidupan umum manusia. Blusukan bisa dilakukan dengan masuk ke kebun kosong, hutan belantara atau mungkin rawa-rawa.
Walaupun jika dilihat dari dokumentasi kegiatan yang dilakukan sebenarnya hanya silaturahmi biasa di tempat yang sebenarnya juga nyaman-nyaman saja. Sejatinya niat baik mereka untuk meninjau tempat terpencil dan bersilaturahmi adalah sesuatu yang mestinya dihargai, karena mereka rela berpanas, seperti ikhlas duduk dan berbincang di tempat sederhana tanpa ikatan protokoler yang resmi.
Namun kebanyakan di antara warga yang dikunjungi menilai bahwa kegiatan yang dilakukan kandidat tak lebih dari sekedar citra untuk mendapat simpati atau datang niat supaya dipilih seperti pribahasa karena ada udang di balik batu. Terlebih kebanyakan mereka hanya datang, salaman, bertanya kabar dan masalah tapi tidak memberikan solusi apa-apa. Kepintaran para calon pemilih itu tentu karena mereka dibentuk oleh pengalaman di masa lalu, dimana menjelang pemilu tempat mereka ramai dikunjungi, tetapi setelahnya rumah mereka sepi, dan kembali sunyi dari kunjungan para kandidat.
Kelima, memanfaatkan ketokohan seseorang. Dalam komunikasi politik peran dari tokoh masyarakat atau opinion leader untuk membentuk opini positif di masyarakat sangat besar. Kaum ini bahkan bisa dikatakan sebagai komunikator politik yang sangat diharapkan perannya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Karena perannya yang diakui di masyarakat, banyak kandidat yang kemudian memanfaatkan citra sang tokoh untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya.
Masa kampanye kandidat menancapkan pengaruhnya kepada para calon pemilih. Kunci itu semua adalah komunikasi politik yang baik. Oleh karena itu pilihan terhadap materi kampanye, media, serta bahasa yang digunakan mutlak harus terus dievaluasi. Inovasi terhadap cara-cara berkampanye juga akan memberikan warna, sehingga setiap pemilu punya cerita, punya selera dan tentu saja punya makna. Meski demikian yang lebih penting adalah bagaimana kemudian kampanye juga menjadi bukti kualitas seorang kandidat untuk menjawab segala persoalan yang terjadi di masyarakat.
Kini masa kampanye telah tiba. Dari berbagai sudut negeri ini kita menyaksikan jalanan di kota dan kampung-kampung ramai dipenuhi baleho para caleg yang berpose dengan senyum manis dan berbagai aksesoris. Tak lupa di gambar yang diolah itu tersisip pesan-pesan yang dikemas sedemikian rupa untuk menarik pemilih. Banyak studi membuktikan bahwa salah satu kunci untuk mendapatkan hati pemilih adalah melalui komunikasi politik dan silaturahim yang baik. (*)
OLEH : RUSLI
ALUMNI PASCASARJAN UNIVERSITAS FAJAR