PANCASILA adalah warisan dan karya bersama. Soekarno sendiri, dengan rendah hati mengakui bahwa bukanlah ia penciptanya, melainkan sekadar penggalinya.

Semoga bukan sekadar rutinitas tahunan, jika setiap tanggal 1 Juni, kita selalu memperingatinya sebagai hari lahirnya Pancasila.

Harus diakui, pidato Bung Karno tentang Pancasila pada 1 Juni 1945 merupakan tonggak penting dalam perumusan dasar negara kita. Meski demikian, kesejarahan Pancasila tidaklah bermula dan berakhir pada saat itu. Proses sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian panjang fase pembuahan, fase perumusan, dan fase pengesahan.

pada saat tanggal 1 Juni 1945 Bapak Founding Father atau Soekarno mengusulkan nama dasar negara kita dengan nama Pancasila. Kemudian, bangsa ini dengan penuh kebanggaan menerima Pancasila sebagai panduan hidup bernegara dan berbangsa serta acuan untuk membangun persatuan dan kesatuan, sekaligus sebagai dinamisator untuk menggerakkan semangat membangun bangsa besar ini.

Pancasila sebagai spirit kebangsaan yang disusun sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan disahkan karena dianggap paling sesuai dengan karakter rakyat Indonesia. Lima butir besar yang mencerminkan pribadi bangsa ini, tentu seharusnya walapun puluhan berlalu, makna dan pengamalan Pancasila pun sejatinya tidak memudar. Namun dengan melihat kondisi hari ini, tentu kita merasakan seakan ada spirit yang hilang.

Pancasila sebagai ideologi dan spirit bagi masyarakat Indonesia, malah dicederai dengan berbagai praktik yang justru mengaburkan nilai luhur pancasila itu sendiri, seperti tebang pilih penegakan hukum, maraknya pembegalan, anarkisme, narkoba, prostitusi dari kalangan muda, penodaan agama, hingga permasalahan kesenjangan sosial.

Ketuhanan Yang Maha Esa, mengalami erosi nilai dengan memudarnya semangat keberagamaan. Munculnya gerakan-gerakan sempalan seperti sekulerisme, pluralism, liberalisme dan yang menodai agama juga semakin menjadi kekhawatiran kita semua, terlebih tidak tegasnya pemerintah dalam menindak aktifitas penodaan agama.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, dimana kemanusiaan tergerus oleh pragmatisme, hedonisme dan konsumtifisme. Sehingga kemanusiaan semakin teralienasi dari ruang publik.

Persatuan Indonesia. Ini pun mulai tergerus akibat arogansi kelompok dan primordial yang menggurita, mulai dari level nasional hingga daerah. Akibatnya, martabat dan integritas anak bangsa terjerembab dalam cengkeraman kuku primordialisme dan arogansi anti nasionalisme.