Matasulsel, Opini – Ramadhan merupakan bulan penuh berkah, bulan ampunan, bulan kemuliaan, dan nama-nama lainnya yang menunjukkan keutamaan bulan suci ramadhan.

Pada bulan ini, potensi untuk berbuat kebaikan semakin besar. Dan sebaliknya, potensi berbuat keburukan semakin kecil.

Bahkan, sungguh merugi orang yang keluar dari bulan ramadhan, namun dosanya tidak di ampuni oleh ALLAH swt. Saking besarnya ampunan ALLAH pada bulan itu.

Sering kita melihat, masjid-masjid mulai ramai ketika 10 hari pertama bulan ramadhan. Menjelang pertengahan, mulai berkurang, dan begitu seterusnya.

Padahal malam-malam terakhir itulah yang sebenarnya paling banyak keutamaannya, karena di sana ada malam lailatul qadar. Ialah malam yang lebih baik dari seribu bulan.

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan : 3-6]

Namun justru, fenomena yang berlawanan di tunjukkan oleh sebagian besar orang. Masjid-masjid mulai di tinggalkan, dengan alasan ingin memakai baju baru pada hari raya. Akhirnya masjid di kesampingkan dan pusat perbelanjaan di ramai kan.

Padahal sejatinya, meraih keutamaan malam lailatul qadar jauh lebih penting ketimbang mengenakan baju baru di hari raya.

Itu baru di penghujung ramadhan, bagaimana kalau ramadhan telah berakhir? Bertambah sepi? Atau sama saja?

Hal ini sudah menjadi fenomena umum di tengah masyarakat kita, hampir seluruh masjid-masjid kehilangan jamaahnya.

Karpet yang tadinya di pasang full, kini telah di gulung sebahagiaanya. Hingga hanya menyisakan beberapa baris saja di bagian depan.

Sungguh menyedihkan, padahal sholat itu wajib bukan hanya saat bulan ramadhan saja, melainkan setiap hari dalam 5 waktu.

Fenomena sepinya masjid setelah bulan ramadhan, juga tak lepas dari perhatian netizen. Terbukti dari banyaknya beredar gambar dan kata-kata sindiran mengenai fenomena ini.

Setelah kita melihat, nampaknya yang menyebabkan banyaknya orang datang ke masjid saat hari-hari pertama bulan ramadhan, hanyalah mengikuti euforia masyarakat yang senang dalam menyambut bulan suci.

Bukan murni untuk melaksanakan kewajiban, astagfirullah. Walaupun memang, kita sebagai seorang muslim sangat senang jika bulan ramadhan akan datang.

Tetapi dalam hal memakmurkan masjid, bukan hanya sebatas di bulan ramadhan saja. Karena sholat di laksanakan setiap hari, jadi hendaknya masjid juga dimakmurkan setiap hari.

Sebagian orang mungkin telah terlena, dengan kenikmatan dunia yang hanya bersifat sementara. Hingga saat ramadhan berlalu, berlalu jugalah semangatnya dalam beribadah.

Padahal harusnya, kita tetap menjaga semangat beribadah itu. Toh ini juga untuk kebaikan diri kita. Tapi masih banyak orang yang menganggap bahwa mencari uang, ‘menikmati’ masa muda dan berbagai perbuatan menyenangkan namun sia-sia lainnya adalah kebaikan untuknya, padahal nyatanya itu hanyalah kesenangan yang menipu.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. al-Hadîd [57]: 20).

Kebanyakan yang terlihat dalam masjid setelah bulan ramadhan, hanyalah orang-orang tua, yang tetap setiap dalam memakmurkan masjid.

Padahal tenaga muda dalam masjid juga sangat di perluka, seperti halnya dalam mengumandangkan adzan, alangkah tidak syahdunya jika yang mengumandangkannya adalah seorang tua yang sudah kehilangan gigi.

Juga sebagai imam, kita memerlukan imam yang suaranya bagus, tajwidnya bagus dan hafalannya bagus. Dan ini bisa kita temui pada diri orang-orang yang masih dalam masa produktifnya, bukan pada orang tua yang telah renta dan sudah pensiun.

Ingatlah bahwa masjid tetap buka, sekalipun ramadhan telah tutup. Masjid tetap terbuka bagi semua ummat Islam, bukan hanya untuk sekedar sholat, melainkan juga untuk bermajelis ilmu, berdiskusi, rapat, buka puasa, beristirahat dan sebagainya.

Masjid adalah milik kita bersama, oleh karena itu sepantasnyalah kita memakmurkannya, merawatnya, membiayainya pun secara bersama.

Hakekat gotong royong dapat terlihat jika masayarakat nya bersama-sama memelihara tempat kepentingan umum, salah satunya ialah masjid.

Penulis: Ma’arif Amiruddin (Mahasiswa / Aktivitas Perubahan)