Optimisme Dibalik Elegi 79 Tahun Indonesia Merdeka
By Rudianto Aidid
Alhamdulillah adalah ungkapan yang paling utama terucap saat ini sebagai implikasi dari campur aduknya rasa haru, bahagia dan bangga serta semua ria, oleh karena tepat hari ini kita sebagai anak bangsa merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke 79 tahun. Dari suasana kebatinan suka cita seterusnya menghadirkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT. Sang Pencipta nikmat.
Betapa kemerdekaan itu suatu nikmat dan sangat berarti bagi seluruh bangsa khususnya Indonesia, oleh karena kita masih menyaksikan sekaligus menyadari bahwa ternyata masih ada dibelahan bumi suatu bangsa yang sampai detik ini berjuang mengorbankan segalanya untuk suatu kemerdekaan.
Didepan mata kita saat ini rakyat Palestina jauh dari kedamaian, alih-alih merasakan kemerdekaan bahkan menderita akibat genosida zionis Israel yang tidak mengakui kedaulatannya. Penyerangan kepada masyarakat tak bersenjata masih berlangsung bahkan anak-anak di pengungsian tak luput, kemudian pembatasan dan memboikot bantuan sampai akhirnya nilai kemanusiaan collapse karena ingin menguasai.
Keadaan Palestina saat ini mengaktifkan emotional question kita merasakan penderitaan yang tidak jauh berbeda bahwa seperti itulah bangsa kita dahulu ketika terjajah dan menjadi bangsa yang tak berdaya. Fenomena itu seakan sebuah lembaran buku yang isinya menggambarkan kebiadaban penjajah di negeri terjajah dan menjadi literasi dalam pustaka makrokosmos.
Manusia akan memberikan nilai tertinggi kepada kemerdekaan, menjunjungnya dan membela yang memperjuangkannya. Oleh karenanya dikesempatan ini pula sangat pantas jika terucap terimakasih kepada Pahlawan yang telah berdarah-darah, rela disiksa raganya sampai mengorbankan jiwa untuk mendapatkan kemerdekaan. Banyak yang telah gugur untuk Indonesia dan semoga kedamaian kepada para Pahlawan negeri ini yang telah mendarmabaktikan kehidupannya untuk Nusa dan Bangsa.
Meskipun the founding father mengajarkan anak bangsa untuk menghargai jasa para pahlawan namun sering terlupakan dan mungkin tidak tahu bagaimana caranya. Ini terjadi karena perhatian kita semakin sempit, cenderung individualisme dan materialisme. Energi banyak terkuras dengan rutinitas pribadi. Apatisme makin besar dan alienasi pada lingkungan yang lebih luas.
Perubahan sosial akibat Transformasi teknologi merubah sistem konvensional. Aktifitas dilakukan sendiri dalam ruang-ruang sempit memperkecil hubungan antar manusia. Efektifitas atau efisiensi tapi memperbesar jarak sosial. Seperti itulah ciri era disrupsi. Gen Z sudah tahu menggunakan berbagai instrumen digital. Tapi mungkin kurang mengenal Epos Pahlawan apalagi memahami sikap dan nilai-nilai yang dicontohkannya.
Jika demikian, apakah mungkin kemerdekaaan dan jasa-jasa pahlawan dihargai? Ini salah satu masalah dialam kemerdekaan saat ini. Memang zaman telah berubah, perjuangan pendahulu satu visi bersama untuk merdeka supaya keluar dari kemelaratan dan kemiskinan akibat penjajahan. Saat ini kebutuhan anak bangsa beragam dan kadang saling bersinggungan. Konflik kepentingan dan semacamnya itu lumrah. Tapi ketika itu meluas maka perlu menjadi perhatian seluruh elemen bangsa, bergerak bersama mencegah polarisasi masyarakat untuk keutuhan persatuan.
Pemimpin bangsa terdahulu telah merumuskan potret Indonesia dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, alinea kedua bahwa Indonesia adalah Negara yang merdeka, berdaulat, bersatu adil dan makmur. Cita-cita ini tidak pernah berubah hanya batang tubuh yang dapat diadakan penyesuaian untuk merespon tuntutan zaman. Perhatian anak bangsa saat ini pada konteks keadilan dan kemakmuran.
Hal ini menjadi bahan diskusi dalam kemerdekaan dan persatuan bangsa yang berdaulat. Gerak kemerdekaan dalam bingkai demokrasi sering memunculkan perspektif berbeda dengan kritikan apakah kondisi dan keadaan kita saat ini adalah representasi kemerdekaan yang seutuhnya atau seadanya. Hal ini dapat ditolerir dalam kontek dialektika bernegara, dapat juga dikaji lebih komprehensif sehingga dari berbagai masalah yang seolah tak memerdekakan bangsa ini berangsur teratasi.
Masalah bangsa perlu dicari solusinya misalnya hutang negara dan pencari kerja yang meningkat, lapagan kerja makin sedikit sementara ada bonus demografi. Dari data BPS populasi penduduk Indonesia sampai pertengahan tahun ini berjumlah 281.603,8 juta jiwa adalah negara keempat terbesar penduduknya di dunia setelah India, China dan USA. Apakah ini suatu masalah ataukah sumber daya, atau hanya sekedar data penduduk. Belum lagi masalah akibat globalisasi misalnya eskalasi harga minyak dunia, suhu bumi yang semuanya memengaruhi ekonomi, sosial dan lingkungan negara dunia. Semua kondisi itu sebagai elegi kemerdekaan Indonesia.
Namun kemerdekaan itu juga membawa optimisme dan confidance apatah lagi ditengah Bangsa ini telah memilih Pemimpin baru Presiden Republik Indonesia yang ke 8 dari proses kontestasi pemilihan Presiden yang kemarin selesai dilaksanakan. Besar harapan bangsa bertumpu kepada pemerintahan yang baru nantinya akan menjawab berbagai tantangan masa depan. Menjawab hal sederhana yang sering orang awam sampaikan kritikan jika negerinya dikatakan sangat kaya namun mengapa masih berhutang dan kemiskinan relatif masih ada.