Pantau Proyek PSEL Rp2 Triliun di Makassar, KPK Turunkan Tim
MAKASSAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan ikut memantau proses pelaksanaan proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) di Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar. KPK mengatakan, potensi penyimpangan pada proyek PSEL harus ditutup sejak dini..
“Pada prinsipnya proyek proyek pemerintah itu selalu dimonitor KPK. Itu memang sudah menjadi domain KPK,” ujar Ketua KPK sementara Nawawi Pomolango.
Nawawi menyebutkan, KPK memberi atensi pada proyek dengan nilai investasi besar. Sebab banyak proses yang terjadi, yang memungkinkan membuka ruang-ruang penyimpangan.
“Dan ini kan (PSEL) investasinya besar. Celah-celah terjadinya potensi penyimpangan kita pantau,” jelasnya.
Selain itu, Nawawi juga mendorong masyarakat proaktif mengawasi jalannya proyek. Kata dia, jika ada indikasi penyimpangan pada proses pelaksanaan, harus segera dilaporkan.
“Istilahnya dengan pemantauan bersama, potensi korupsi bisa ditutup,” ucapnya.
Internal KPK kabarnya telah menurunkan tim untuk memantau proses penyelesaian lahan di lokasi proyek.
“Iya ada (tim). Tim memantau proses awal proyek,” ujar sumber di internal KPK, Kamis (13/6/2024).
Saat ditanya apakah ada laporan terkait proyek PSEL, ia mengatakan, pemantauan KPK bukan semata didasarkan laporan. KPK kata dia bekerja mandiri.
“Itu otomatis ya. Tapi diawal tim hanya memantau proses yang ada dulu,” ucapnya.
Sengkarut Sengketa Lahan
Pembebasan lahan proyek PSEL jadi sorotan karena diduga masih terdapat sengketa pada lokasi yang ditunjuk pemenang tender. Yakni di Kawasan Green Eterno.
Lokasi ini sebelumnya ditolak warga. Karena penolakan itu, pemenang tender akhirnya menunjuk lokasi alternatif di Bontoa.
Hanya saja, penetapan lahan masih dikaji bersama tim pemkot.
Sorotan juga datang dari Lembaga Anti korupsi Sulsel (Laksus). Laksus mengingatkan pemenang tender proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) Makassar agar tidak memaksakan penempatan lokasi proyek di Green Eterno, Kecamatan Tamalanrea.
Laksus menilai, penempatan pada lokasi yang bersengketa bisa berisiko hukum.
“Saya ingatkan pemenang tender agar berhati-hati menentukan lokasi proyek PSEL. Jika benar (Green Eterno) sedang bersengketa maka sebaiknya jangan. Harus ada lokasi alternatif, ” ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar.
Menurut Ansar, penempatan pada lokasi bersengketa memiliki risiko hukum. Dan ini berpotensi menyeret banyak pihak.
“Bukan hanya pemenang tender saja yang akan bermasalah. Tetapi juga pemkot. Karena itu, lokasi lokasi yang punya masalah hukum tak boleh jadi opsi. Saya kira banyak lokasi yang lebih representatif dan tidak berisiko hukum,” tandasnya.
Dijelaskan Ansar, risiko hukum yang muncul bukan saja terkait sengketa lahan. Tetapi juga bisa berimplikasi lebih luas.
“Sebab inikan proyek negara. Meski sifatnya investasi, tetapi ada keterlibatan langsung pemerintah daerah di dalamnya,” jelas Ansar.
Masih kata Ansar, dalam proses pembebasan lahan kerapkali menjadi ruang terjadinya korupsi. Terutama unsur-unsur suap dan gratifikasi yang melibatkan penyelenggara negara dan investor.
“Karenanya kami akan mengawasi proses ini. Kita akan telaah apa yang menjadi dasar sehingga Green Eterno jadi pilihan. Padahal lahan ini bermasalah. Jangan sampai ada deal-deal di bawah tangan,” urai dia.
Sebelumnya Direktur Grand Puri Indonesia, Harun yang merupakan pelaksana proyek PSEL, mengatakan, saat ini pihaknya memiliki lokasi alternatif jika Green Eterno dibatalkan. Lokasinya ada di Bontoa, yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi awal, Eterno.
“Lokasi di Bontoa cukup ideal karena luasnya 9 hektar lebih. Sementara lahan efektif yang kita butuhkan hanya sekitar 6,1 hektare. Jadi cukup representatif di sana,” terang Harun.
Secara legalitas, lokasi di Bontoa juga memiliki alas hak dan dokumen sah. Harun mengaku pihaknya telah melakukan verifikasi atas dokumen lahan di Bontoa.
“Sudah. Kita sudah periksa dokumennya. Semua aman,” jelasnya.
Hanya saja, bagaimana pun kata Harun, pengalihan lokasi tetap harus dikaji bersama.
Masyarakat Kelurahan Bira dan Parangloe, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, menolak proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) yang akan dibangun di kompleks pergudangan Green Eterno Tamalanrea. Penolakan disuarakan warga karena banyaknya dampak sosial yang bakal muncul jika proyek ditempatkan di Green Eterno.
Sementara di Bontoa dinilai sangat cocok untuk PSEL. Selain luas lahannya yang mencapai 10 hektar lebih (SHM), juga berada tak jauh dari Sungai Tallo sebagai bahan baku air untuk proyek tersebut.
Lahannya juga sudah bersertifikat dan memilili akses jalan cukup lebar, yang bisa dilalui armada sampah ke lokasi PSEL. Lokasi tersebut juga jauh dari permukiman penduduk sehingga tidak banyak berdampaak ke masyarakat sekitar.
Proyek PSEL adalah proyek investasi yang diestimasi menelan anggaran Rp2 triliun lebih. Proyek ini dimenangkan oleh PT Grand Puri Indonesia.
Proyek ini akan dimulai bulan Juli 2024 dan diperkirakan akan beroperasi dua tahun ke depan. (*)