Pasal Merugikan Omnibuslaw Dukungan Publik Akan Menguat
Jakarta, Matasulsel – Keberadaan RUU Omnibuslaw yang akan “membuldozer” obesitas atau overlapping regulasi di Indonesia yang selama ini menghambat percepatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi serta mengurangi daya tarik investasi ke Indonesia terus menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat.
wacana publik yang menggema lebih keras adalah pendapat dari kelompok yang kontra. Ada yang benar, tapi tidak semuanya. Oleh karena itu, jalan demokratik yang paling adil adalah pasal-pasal yang dinilai publik merugikan dalam Omnibus Law jelas perlu dihapus, dengan demikian dukungan publik akan semakin menguat. Kamis, 2 April 2020.
pendapat yang dikemukakan salah satu BEM dari perguruan tinggi swasta misalnya cukup riskan dan membahayakan ketika membacanya.
AM inisial dari Aktifis BEM tersebut menilai RUU Omnibus Law ini memang tidak ada untuk menguntungkan buruh atau menguntungkan pihak-pihak lain, sebab undang-undang ini diciptakan bukan untuk rakyat.
“Omnibuslaw ini proyeknya para pejabat tinggi dengan para pengusaha-pengusaha, selain itu ia juga menduga bahwa, mungkin itu tagihan para pengusaha waktu Pilpres kemarin,” ujarnya.
pendapat ini jelas merupakan opini yang perlu diuji kebenarannya, termasuk AM memiliki data dan fakta yang kuat atau tidak, ketika mengemukakannya.
soal Mahasiswa maupun buruh yang “mengancam” akan aksi unjuk rasa ditengah pandemi Covid 19, namun Omnibuslaw tetap dibahas di DPR RI adalah hal biasa dalam demokrasi, namun demokrasi harus mematuhi regulasi dimana pemerintah yang dipilih oleh rakyat dalam Pemilu, melalui alat negara yaitu Kepolisian sudah mengeluarkan Maklumat Kapolri yang akan menindak tegas acara kerumunan massa ditengah mewabahnya Covid 19, termasuk sudah ada skema Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka hampir dapat dipastikan tekanan massa dalam bentuk aksi unjuk rasa akan sangat berkurang ditengah Covid 19.
Hapus Pasal-Pasal Kontroversial/Merugikan
Salah satu kritik menyasar ketentuan dalam RUU Cipta Kerja, yang mengubah ketentuan pengenaan sanksi dan pelanggaran bagi pelaku usaha dari yang sebelumnya tindak pidana dan sanksi pidana, menjadi pelanggaran dan sanksi administratif (dekriminalisasi). Upaya ini dianggap melemahkan penegakan hukum dan berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan pelaku usaha.
jika membaca teliti pasal-pasal pengenaan sanksi dalam RUU Cipta Kerja, maka RUU ini tidak seluruhnya dan tidak serta merta menghilangkan sanksi pidana atau mengubahnya menjadi sanksi administratif.