Jakarta, Matasulsel – Menurut Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo, red), Gulat Manurung mendukung upaya pemerintah dan DPR RI untuk segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Omnibus law tersebut penting untuk menyelaraskan regulasi pertanahan dan kehutanan.

Selama ini, persoalan legalitas lahan kerap disebabkan empat tipe konflik tenurial, yaitu perkebunan sawit rakyat dimasukkan ke dalam kawasan hutan, lahan petani berada dalam KHG Fungsi Lindung, lahan petani masuk Peta Indikatif Penundaan Izin Baru, dan moratorium kelapa sawit.

Sementara itu, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Surya Tjandra berpandangan, RUU Ciptaker merupakan memaduserasikan aturan di lapangan serta penyederhanaan regulasi pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum bagi investasi seperti kelapa sawit.

Sedangkan, Jazuli Juwaini yang juga Ketua Fraksi PKS di DPR RI mengatakan, Selamat Hari Buruh 1 Mei 2020 kepada para buruh di seluruh Indonesia. Buruh adalah penggerak ekonomi bangsa, maka semua pihak semestinya menaruh hormat dan berpihak pada kesejahteraan buruh.

Keprihatinan ditujukan kepada para buruh karena buruh yang terkena dampak paling serius yang ditandai oleh banyaknya buruh yang di-PHK dan dirumahkan.

Oleh karena itu, dia meminta Pemerintah menjamin kebutuhan mereka dengan program jaring pengaman sosial di masa pandemi yang telah diluncurkan serta memastikan pemerataannya. PKS di seluruh Indonesia berupaya semaksimal mungkin untuk turut membantu langsung dalam rangka pemenuhan kebutuhan rakyat melalui tebar paket kebutuhan pokok sejak awal pandemi ini terjadi, serta terus mengajak seluruh elemen bangsa untuk saling membantu.

“Kami juga berkomitmen untuk melindungi hak-hak buruh serta memajukan kesejahteraan buruh melalui regulasi yang semakin berkeadilan dan berpihak pada buruh. Ketika munculnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang pasal-pasalnya merugikan kepentingan buruh, Fraksi PKS adalah pihak pertama yang menerima dan menyuarakan aspirasi buruh yang tegas menolak pasal-pasal tersebut.

Jangan tempatkan buruh dan tenaga kerja Indonesia dalam relasi industrial yang kapitalistik, pasar bebas, investasi dan pencapaian ekonomi, karena hal itu menjauhi semangat perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,”ujar politisi senior ini
Setidaknya terdapat tiga isu yang disuarakan kaum pekerja melalui medsos, yakni fokus utama adalah menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).

Saat ini pembahasan omnibus law tersebut mulai bergulir di DPR. Badan legislasi (baleg) telah membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU itu. Kedua, menolak pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketiga, buruh juga meminta perusahaan untuk meliburkan pekerja, karena masih banyak pekerja yang tetap masuk.

Sementara itu, Galuh Prasetio Pratama mengatakan, dari 11 klaster tersebut memang terdapat klaster kemudahan dan perlindungan UMKM. Hanya saja ini juga akan bertentangan dengan dibukanya pintu investasi secara besar besaran. Artinya para pelaku ekonomi menengah akan mendapatkan banyak pesaing baru dari kalangan pengusaha besar, dan ini jelas persaingan yang tidak akan sebagainya “Sederhana saja, segala kebijakan yang berpihak terhadap rakyat pasti akan kami dukung sepenuhnya.

Maka dari itu, jika pemerintah ingin RUU Cipta Kerja ini dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah harus merumuskan dan mengkaji ulang secara komprehensif, serta melibatkan kalangan serikat pekerja dan akademisi dalam perumusan tersebut.

Dan harus dipastikan bahwa RUU Cipta Kerja hadir bukan semata mata hanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendatangkan para investor. Tetapi juga harus mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan,” ujar Ketua DPP GMNI Bidang Organisasi ini

Sedang, Mirah Sumirat mengatakan, tidak ada sinkronisasi betapa tidak ada materi omnibus law yang justru merusak lingkungan demi investasi. Organisasi lingkungan menilai, RUU ini berpotensi mencelakakan lingkungan hidup. Beberapa pasal dalam UU yang sudah ada guna menjamin keselamatan lingkungan, justru dihapus dengan dalih mempermudah investasi.