Penundaan Klaster Ketenagakerjaan Akal-Akalan Meredam Massa
Jakarta, Matasulsel – Dalam penundaan pembahasan klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus law sangat tidak/belum memenuhi seluruh aspirasi dari mahasiswa dan buruh karena mereka menuntut agar RUU tersebut dibatalkan bukan ditunda dan dalam Penundaan Pembahasan klaster Ketenaga Kerjaan dalam RUU Omnibus Law ini salah satu cara atau akal-akalan pemerintah untuk meredam massa.
Demikian dikemukakan Damkers kepada Redaksi belum lama ini seraya menambahkan, pertemuan Presiden dengan beberapa tokoh buruh dalam hal mendengar aspirasi mengenai Omnibus Law RUU Cipta kerja yang saat ini tengah di bahas di DPR RI yang pasti ada makna tersendiri dari pertemuan tersebut.
Namun untuk memperlancar pembahasan Omnibus law saya rasa tidak karena beberapa tokoh buruh yang bertemu adalah perwakilan dari para buruh di Indonesia yang telah memiliki tujuan aspirasi yang sama yaitu untuk membatalkan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta kerja jadi jika ada pembahasan lain dalam pertemuan tersebut saya tidak tau menahu tapi saya rasa dari beberapa perwakilan buruh yang bertemu dengan presiden masih konsisten dengan tujuan kesepakatan bersama.
“Koordinasi antara buruh, NGO dan BEM masih terus berlangsung, karena kami sepaham dan memiliki tujuan yang sama terkait dengan Omnibus Law, bahkan kampanye penolakan omnibus law tetap diteruskan di Medsos,” tambahnya.
Menurut mantan BEM D Hukum UMI ini, Pemerintah lebih realistis dengan kebutuhan pekerja saat ini. Mereka butuh jaminan ketersediaan kebutuhan pokok dan stimulus recovery kondisi ekonomi pasca pandemi. “Rencana judicial review ke MK sudah pasti akan dilakukan jika omnibus law dibahas tanpa partisipasi publik,”tambah Damkers
Sementara itu, Wawan Harun menilai pertemuan Presiden dengan tiga tokoh buruh, hanyalah menyakinkan dan mendoktrin kaum buruh agar sekiranya sepakat dalam perencanaan Omnibus law ini tetap dijalankan.
“Aspirasi mahasiswa dan buruh bisa dikatakan dipenuhi apabila dallam pembahasan hal tersebut mengikut sertakan masyarakat dallam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya,”ujar Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.
Menurut Wawan, walaupun klasterisasi ketenagakerjaan ditunda akan tetapi pembahasan terkait omnibus law ini tetap dijalankan dengan artian ada kepentingan yang kemudian hadir untuk supaya RUU terkait Omnibus law ini tetap disahkan.
Menurutnya, saran agar semua kelompok dapat menerima omnibus law, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mengkaji ulang RUU Omnibus law sebelum disahkan karena ini hanyalah kepentingan kaum penguasa saja, dan akan menyengsarakan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan, Abd. Jalil,S.Pd menyatakan, pertemuan Jokowi dengan tiga tokoh buruh menjelang Mayday tersebut sebagai upaya mediasi dari pemerintah ke para buruh, dimana mediasi ini kita takutkan ada muatan politik didalamnya dan hanya akan menguntungkan satu dua pihak saja, tidak berefek positif ke semua buruh atau pekerja.
“Rapat Baleg DPR bahas Omnibus Law merupakan bagian dari tugasnya. RUU Omnibus Law sudah terlanjur masuk pembahasan dan prioritas di Prolegnas untuk segera di sahkan. Kuncinya ada di pemerintah sebagai pengusul RUU ini,” jelas Ketua Gowamo Kab. Takalar dan Ketua Literasi Takalar ini.
Menurutnya, pemerintah harus melibatkan semua elemen yang akan menjadi sasaran atau objek dari UU Omnibus Law ini agar produk ini dapat diterima masyarakat. “Hadirnya UU ini akan membuat gerak-gerik kita terbatas karena telah berkekuatan hukum. Maka dari itu pemerintah harus menjemput aspirasi para pihak hingga ke pelesok-pelosok desa,”urai Abdul Jalil seraya menegaskan, UU Omnibus Law ini jika disahkan, maka akan digugat ke MK serta pengalaman selama ini, jika UU itu bertentangan dengan publik, pasti akan dibatalkan oleh MK. Penulis : Aimal Situru.(*)
Sumber : Alumni Unismu Makassar Jurusan Matematika.
Terbit : Jakarta, 16 Mei 2020.