Peran Kepemimpinan Dalam Menghadapi Krisis Kaderisasi Pada Lembaga Kemahasiswaan
Oleh : Muhammad Amar Amri Asnur (Ketua Bidang PA HPMT KOM.UNM)
Organisasi kemahasiswaan memegang peranan yang sangat penting dalam
mengembangkan kepemimpinan dan kemampuan berorganisasi mahasiswa.
Namun banyak organisasi kemahasiswaan yang saat ini menghadapi tantangan
berat berupa krisis pelatihan kepemimpinan, yaitu situasi dimana proses regenerasi dan pembentukan pemimpin baru menjadi sulit dan tidak efektif.
Krisis pelatihan eksekutif ini terjadi karena beberapa faktor antara lain menurunnya minat mahasiswa untuk bergabung, tidak berfungsinya mekanisme pelatihan eksekutif.optimal, serta kepemimpinan yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan dinamika internal dan eksternal.
Akibatnya, krisis ini menghambat keberlangsungan dan perkembangan
organisasi kemahasiswaan.
Proses pelatihan eksekutif merupakan elemen kunci bagi keberlangsungan organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang mampu melakukan regenerasi secara berkelanjutan akan terus tumbuh dan mungkin menghadapi tantangan berbeda di masa depan.
Sebaliknya, organisasi yang gagal
melatih manajernya akan mengalami stagnasi atau bahkan terancam kemunduran.
Sayangnya, banyak organisasi kemahasiswaan yang saat ini menghadapi krisis pelatihan kepemimpinan yang ditandai dengan berkurangnya jumlah anggota baru, menurunnya kualitas anggota, dan berkurangnya jumlah anggota baru, pemimpin, serta ketidakseimbangan struktur kepemimpinan antar kekuatan.
Hal ini tentu mengkhawatirkan karena pelatihan eksekutif yang tidak berjalan dengan baik dapat mempengaruhi kelangsungan organisasi secara
keseluruhan. Salah satu penyebab utama krisis pendidikan eksekutif ini adalah menurunnya minat mahasiswa terhadap organisasi akademik.
Saat ini, banyak pelajar yang cenderung lebih fokus pada prestasi akademis atau aktivitas pribadi, seperti pekerjaan paruh waktu atau hobi yang lebih sesuai dengan minat masing-masing. Mereka menilai partisipasi dalam organisasi kemahasiswaan sudah tidak
relevan lagi atau memberikan nilai tambah terhadap kebutuhan dan harapan mereka.
Karena itu, Partisipasi dalam organisasi kemahasiswaan cenderung
menurun secara signifikan, terutama di kalangan mahasiswa muda.Selain
menurunnya minat mahasiswa, permasalahan lain yang berkontribusi terhadap krisis pendidikan eksekutif adalah proses pendidikan eksekutif yang tidak direncanakan dengan baik.
Banyak organisasi tidak menawarkan program keberlanjutan kepada anggotanya. Proses pendidikan eksekutif seringkali hanya berfokus pada perekrutan anggota baru, namun tidak memberikan pelatihan dan
pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Manajer yang baru direkrut sering kali merasa bahwa mereka tidak
direkrut menerima manfaat atau pengalaman yang diharapkan, sehingga mereka memilih untuk tidak aktif atau bahkan menarik diri dari organisasi.
Pelatihan eksekutif yang hanya sekedar formalitas tanpa program pengembangan yang komprehensif dan terstruktur akan menghasilkan pemimpin yang kurang kompeten dan kurang semangat untuk berkontribusi lebih pada organisasi. Faktor
lain yang mempengaruhi krisis pendidikan eksekutif adalah konflik internal dalam organisasi.
Konflik antar anggota atau kelompok dalam suatu organisasi dapat
menimbulkan suasana yang tidak kondusif bagi berkembangnya pemimpin baru. Ketegangan dan perbedaan pendapat yang tidak terselesaikan dapat membuat calon pemimpin enggan untuk lebih terlibat dalam organisasi.
Mereka mungkin merasa bahwa organisasi tidak menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan pembelajaran, sehingga mereka mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan partisipasi mereka.
Dalam situasi seperti ini, konflik yang tidak dikelola dengan baik juga akan memperburuk krisis pelatihan manajemen dan memperlambat proses regenerasi. Selain itu, lemahnya kepemimpinan juga menjadi faktor penting terjadinya krisis pendidikan eksekutif.
Pemimpin yang tidak memiliki visi yang jelas atau tidak mampu memotivasi anggotanya akan kesulitan memimpin proses pengembangan eksekutif yang efektif. Pemimpin yang kurang memperhatikan kebutuhan anggotanya, terutama pemimpin muda, akan kehilangan kemampuan berorganisasi dan gagal melakukan regenerasi.