Pohon Nawe’, Legenda dan Keindahan di Desa Arungkeke Pallantikang
JENEPONTO, MATASULSEL – Di tengah keramahan masyarakat Desa Arungkeke Pallantikang Kecamatan Arungkeke Kabupaten Jeneponto terdapat sebuah cerita pohon yang menjadi simbol keindahan dan kisah hidup di masyarakat Arungkeke Pallantikang.
Pohon Nawe’, yang dulunya menjulang tinggi di depan kantor desa, adalah saksi bisu berbagai peristiwa yang mengukir cerita di desa ini.
Dikenal sebagai Pohon Nawe Tua, pohon ini tumbang pada tahun 2016, namun kisahnya tetap hidup di hati masyarakat.
Pohon Nawe dikenal dengan bunga semerbak harum yang mekar dengan warna-warni mencolok, menyerupai batik.
Menurut cerita warga, keunikan pohon ini terletak pada daun yang gugur sebelum bunga mekar, sehingga hanya bunga yang terlihat menghiasi batangnya.
Saat bunga-bunga ini mekar, pohon Nawe’ menjadi penanda datangnya musim hujan, sebuah tanda yang sangat dinantikan oleh para petani.
Kepala Desa Arungkeke Pallantikang, Muhammad Kasim, menegaskan pentingnya pohon ini bagi masyarakat. Ia menyatakan, “Pohon Nawe bukan hanya sekadar pohon legenda Ia adalah penanda musim hujan dan waktu tanam bagi petani.
Ketika pohon ini berbunga, itu artinya waktu untuk menanam sudah tiba. Kami sangat menghargai keberadaan pohon ini sebagai bagian dari kehidupan dan tradisi kami.”
Masyarakat sekitar meyakini bahwa kehadiran Pohon Nawe’ tidak hanya berfungsi sebagai penanda musim, tetapi juga memiliki keistimewaan lain. Orang-orang yang berfoto di bawahnya kabarnya tidak akan tampak dalam gambar. Fenomena ini menjadi perbincangan hangat di kalangan warga, menambah aura mistis yang mengelilingi pohon yang unik ini.
Pohon Nawe bukan hanya sekadar pohon, ia adalah bagian dari tradisi dan budaya yang mendalam. Masyarakat percaya bahwa pohon ini adalah satu-satunya yang ada di Desa Arungkeke Pallantikang bahkan Kabupaten Jeneponto, membuatnya semakin istimewa.
Meskipun nama “Nawe” tidak memiliki arti khusus menurut para orang tua, ia tetap diakui sebagai simbol keindahan dan keunikan.
Pohon ini juga menjadi pusat perhatian para peneliti dan pelancong dari mancanegara yang datang untuk menyaksikan langsung keajaiban alam ini sebelum tumbangnya.
Tumbangnya Pohon Nawe Tua menandai akhir sebuah era, namun tak lama setelah itu, muncul anakan baru. Dalam waktu satu dekade setelah robohnya Nawe’ Tua, anakan pohon Nawe ini tumbuh tepat di tempat Nawe’ Tua dan kini berusia sekitar 3 tahun.
Menariknya, tahun 2025 menandai tahun pertama anakan ini berbunga, memberikan harapan baru bagi masyarakat.
Pohon Nawe kini dianggap sebagai warisan yang tidak ternilai bagi masyarakat Arungkeke Pallantikang. Bersama dengan pohon asam yang terletak di sebelahnya, yang juga menjadi saksi sejarah dilantiknya para raja, kedua pohon ini menjadi bagian penting dari identitas desa.
Pemerintah desa pun berkomitmen untuk menjaga dan merawat warisan ini dengan mengagendakan menggelar festival budaya yang merayakan sejarah dan keunikan desa.
Kegiatan yang telah direncanakan oleh Kepala Desa Arungkeke Pallantikang ini, tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menarik minat wisatawan, menjadikan Arungkeke Pallantikang sebagai destinasi yang kaya akan budaya dan keindahan alam.
Pohon Nawe dan kisahnya adalah pengingat akan kekuatan alam dan warisan budaya yang harus dijaga.
Masyarakat Arungkeke Pallantikang terus merawat pohon ini, berharap generasi mendatang akan mengenal dan menghargai keindahan serta nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Di tengah perubahan zaman, Pohon Nawe’ tetap berdiri sebagai simbol harapan, keindahan dan keterhubungan manusia dengan alam dan sejarah.

 
  
  
  
  
  
 