Jakarta, Matasulsel – PPP kepengurusan Romahamurmuziy (Romi) menang atas kasasi dari Mahkamah Agung (MA). Lantas Apa tanggapan dari PPP kepengurusan Djan Faridz?

“Saya jelaskan penjelasan dari tim hukum DPP PPP. Kami belum bisa banyak bicara kasasi, melihat putusannya isinya n.o (niet ontvankelijke verklaard) tidak ada yang dimenangkan. Kalau dari pertimbangan hukumnya, mengatakan kepengurusan PPP di bawah Pak Djan Faridz,” ujar Wasekjen PPP kubu Djan, Sudarto saat dikonfirmasi, Senin (25/12/2017) malam.

Sudarto justru menegadakan bahwa kepengurusan PPP di bawah Djan adalah yang sah. Hal itu sudah diputuskan berdasarkan muktamar PPP di Jakarta.

“Hingga saat ini, tidak ada satupun putusan MA yang mengesahkan kubu Romi. Isi dari penolakan kasasi yang diajukan oleh PPP muktamar Jakarta adalah MA merasa tidak bisa mengadili SK Menkumham yang mengesahkan kubu Romi atau n.o. Dengan demikian MA sama sekali belum masuk ke pokok perkara,” urai Sudarto.

Kasus berawal saat Djan menggugat SK Menkum HAM Nomor M.HH-06.AH.11.01 tertanggal 27 April 2016. Dalam SK itu, ditetapkan susunan PPP 2016-2021, yang diketuai Romi, dengan Sekjen Arsul Sani.

Atas hal itu, Djan menolak dan mengajukan ke PTUN Jakarta. Di tingkat pertama itu, Djan Faridz menang. Pada 22 November 2016, majelis hakim mencabut SK Kemenkum HAM tersebut.

Namun di tingkat banding, kondisi berbalik. Pada 6 Juni 2017, Pengadilan Tinggi TUN Jakarta membatalkan putusan PTUN Jakarta dan menyatakan gugatan Djan tidak dapat diterima dan mengajukan banding. MA menolak kasasi Djan.

“Menolak permohonan kasasi PPP yang diwakili Djan Faridz-Achmad Dimyati Natakusumah,” demikian dikutip detikcom, Senin (25/12).

Keputusan itu disahkan pada 4 Desember  2017 oleh ketua majelis Yulius dengan anggota Yosran dan Is Sudaryono. Menurut majelis kasasi, perkara yang dipersoalkan merupakan kewenangan pengadilan umum, bukan PTUN.

Karena penyelesaian atas substansi sengketa kepengurusan DPP PPP melalui peradilan umum belum disentuh dan diberikan putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka gugatan TUN adalah prematur. Dalam arti belum dapat diadili oleh PTUN. Dengan kata lain, PTUN belum berwenang memeriksa mengadili sengketa ini,” ujar majelis. (epr/det/kbc)