Rapat Koordinasi Instansi Terkait Penanganan Pembebasan Lahan Irigasi
Sulawesi Selatan, Matasulsel | Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Malangke (AMAL) beserta Masyarakat yang teraliri saluran irigasi menindak lanjuti hasil RDP, Demonstrasi, dan Rapat Koordinasi Instansi terkait dalam penanganan pembebasan lahan irigasi, Senin 19 Oktober 2020.
Pertemuan direncanakan di Aula Kecamatan dengan menghadiri pihak yang menolak besaran ganti rugi yang tertera dalam undangan sebanyak 21 orang.
Namun hal itu di sanggah oleh Korlap AMAL (Bayu) “tidak ada keterwakilan dalam hal penanganan ini, kami hadir dan datang proses rentetan hasil RDP pada tanggal 24 September 2020 dan Demonstrasi pada tanggal 06 Oktober 2020 yang dilakukan di Kantor BPN, Bupati, dan DPRD Kabupaten Luwu Utara”.tegas Bayu
Perdebatan tersebut menemukan hasil dan kesepakatan bahwa musyawarah di adakan di Aula Desa Tolada karena masyarakat yang hadir sangat banyak, dan membutuhkan ruang yang luas.
Rapat musyawarah di hadiri, Sekda Kabupaten Luwu utara, Kepala BPN Luwu Utara, Tim APRESIAL (ANAS KARIM), Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Makassar, Perwakilan Kejaksaan Tinggi Luwu Utara, Camat Malangke, Kepala Desa Tolada dan Masyarakat Terkena dampak saluran irigasi.
Musyawarah berjalan sangat elot, penuh perdebatan antara Tim APRESIAL dengan lapisan Masyarakat. “Dimana Tim APRESIAL tidak menjalankan mekanisme dan prosedur yang tertera dalam UU NO 2 TAHUN 2012,PP NO 71 TAHUN 2012,PP NO 148 TAHUN 2015. Yang menetapkan besaran ganti rugi secara sepihak (down top) tanpa melibatkan masyarakat terkait dalam penentuan besaran ganti rugi.
Seharusnya Tim Apresial melakukan perbandingan harga pasar di daerah tersebut lalu menanyakan kepada masyarakat bahwa harga tanah permeter atau perbidang sekian rupiah begitupun tumbuhan bukan menentukan harga sepihak langsung memberikan akumulasi secara keseluruhan tanpa memberikan rincian secara detail kepada masyarakat.
Masyarakat di suruh tanda tangan setujuh atau tidak setujuh dengan besaran ganti rugi yang diberikan, apabila masyarakat tidak setujuh harus berpengadilan dan membayar 12 juta. Ini bentuk tindak pemaksaan untuk bertanda tangan setujuh secara paksa, ini pembodahan, kami tidak terima atas perlakuan hal seperti itu kepada orang tua kami yang menggarap lahan puluhan tahun, dan diberikan ganti rugi secara tidak layak bahkan sangat murah”.papar Bayu
“Masyarakat kami ini ingin kenaikan harga yang layak.”papar Camat Malangke
Tim APRESIAL menjelaskan bahwa mereka memberikan penilaian berdasarkan SPI 306. “Kami sudah menjalankan prosedural yang telah di tetapkan, kami menjalankan sesuai UU No.12 Tahun 2012 dan SPI (Standar Penilaian Indonesia) 306, dimana kami sudah menanyakan harga pasar di wilayah tersebut kepada beberapa pihak, kami menentukan Nilai Ganti Rugi (NGR) berdasarkan nilai pasar dan perbandingan harga”.Papar Tim APRESIAL ANAS KARIM.
Hal tersebut di sanggah oleh Korlap AMAL (Bayu), “bapak menjelaskan sesuai mekanis dan Standar Penilaian Indonesia (SPI), tapi realita di lapangan tidak terjadi, dan di SPI 306 tidak ada tertera tanah belakang dan tanah depan yang bapak utarakan, dalam UU No. 12 TAHUN 2012 bapak tidak menjalankan pasal 2 Asas dan Tujuan, di mana pasal tersebut ada Asas Keterbukaan, di dalam asas keterbukaan masyarakat berhak atas pengetahuan besaran ganti rugi yang diberikan dan di berikan pemahaman nilai besaran ganti rugi serta ada kesepakatan antara tim pemberi nilai (APRESIAL) dengan masyarakat yang teraliri saluran irigasi. Ada tahapan Negosiasi terjadi. Tapi realitanya tidak di jalankan.
Kekecewaan mendalam juga di rasakan oleh masyarakat, “kami sangat kecewa dan tidak terima ganti rugi yang diberikan, tanah kami di hargai sangat murah dan bahkan tanamannya jauh lebih murah, asal bapak tau lebih mahal bibit saya belikan dari pada ganti rugi yang bapak berikan terhadap tanaman kami. Tanaman kami ini sudah berproduksi bahkan kami sudah menikmati hasilnya, dengan seenaknya bapak kasi harga segitu, kalau saya tau dari awal saya tidak tanda tangan, bapak sudah membodohi kami, kami minta harga di naikan, ini tanah aset kami bagi petani, bapak tidak memberi tau kami dari awal mengenai harga kenapa baru sekarang.”papar Bapak Sa’i (Masyarakat)
Dari Hasil Rapat Musyawarah tersebut, Tim Apresial akan berkordinasi dengan pimpinan pusatnya, bahkan bisa menghadirkan pada saat musyawarah selanjutnya, “kami akan berkordinasi terlebih dahulu ke pimpinan pusat, kami siap menghadirkannya di tengah masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang di hadapi, kami butuh waktu 2 Minggu”.papar Perwakilan Tim Apresial
Selain itu AMAL juga menuntut melakukan pengukuran ulang serta pencatatan jumlah tanaman ulang.(*).