Refleksi Sumpah Pemuda : Pemuda, Dimana Sumpahnya?
Indonesia dalam lintas masa lalunya seolah menjadi catatan tersendiri bagi para pemuda. Mayoritas fenomena perjuangan menuju kemerdekaan serta berbagai rangkaian peristiwa-peristiwa penting nyatanya terjadi atas inisiatif kaum pemuda. penuh tekad, semangat, hingga nyawa yang berani untuk dipertaruhkan menjadi bukti bahwa kebeliaannya bukanlah alasan bagi mereka untuk tidak mampu berjuang.
Sebuah ikrar pemuda yang sangat monumental, tentang komitmen dan konsistensi persatuan adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan menuju merdekanya nusantara, adalah suatu inspirasi falsafah negara serta sebuah embrio deklarasi kemerdekaan indonesia. Dengan makna yang bernilai penting bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan bahwa kebinekaan adalah senjata melawan kolonialisme.
Mungkin kita akan sedikit tercengan jika menilik dokumen sejarah kongres pemuda-2 itu, kita akan menemukan bahwa pelaksana serta peserta kongres tatkala itu berasal dari berbagai pulau-pulau di nusantara. Secara imajinatif, sulit rasanya membayangkan bagaimana peristiwa ikrar itu sehingga bisa terjadi dengan keadaan penuh beda. Latar belakang agama, suku, bahasa, serta adat istiadat yang variatif seolah bisa menjadi resiko besar bagi bangsa indonesia yakni gagalnya dalam merebut kemerdekaan. Namun faktanya, warna-warni background itu bukan menjadi corong perpecahan, bukan menjadi hambatan, sekat serta batasan-batasan bagi para pemuda indonesia untuk bersatu demi sebuah cita-cita agung bangsa indonesia, sebab pemuda-pemudi tatkala itu berangkat pada satu tekad dan persamaan nasib yang inheren sehingga mampu mengalahkan egoisme individualistik.
Dari lalu hingga sekarang bangsa indonesia memang menaruh harap pada pemuda sebagai generasi pelanjut. Berbagai rintangan, tantangan hingga hambatan dilalui oleh pemuda dalam berupaya mengantar indonesia menggapai cita-citanya. Berbekal hasrat menggapai kebebasan dan kemerdekaan, pemuda tak kenal gentar dalam menunjukan keterlibatannya secara serius sebagai antitesis kolonialisme, imperialisme serta otoritarian.
Kini sejarah tinggallah tuturan peristiwa, ikrar pemuda yang dulu dikoar-koarkankan sebagai pemicu semangat kolektifitas, pembaharuan, perjuangan serta persatuan juga tinggalah sebagai warisan pusaka.
Pemuda sebagai pelukis sejarah, dalam sumpahnya pernah mengakui tentang adanya kesamaan juang demi tanah air indonesia. Namun Kondisi anyar berucap lain, pemuda yang dulu dikenal sebagai lakon utama dalam sebuah perubahan, sebagai tiang pergerakan kini ditimpa oleh sikap sentimental antar sesamanya. Semangat kolektifitas dalam merubah tak lagi tersua, pemuda kini tak lagi serentak dalam irama perjuangan. Begitu banyaknya organisasi kepemudaan dengan bentuknya yang variatif pada dasarnya merupakan suatu wadah perjuangan, namun nyatanya jika melihat kondisi mutakhir justru hanya menciptakan berbagai sentimen gerakan, ketidaksenangan yang melebih antar sesama bahkan reaksi-reaksi yang tidak menguntungkan atau saling menjatuhkan. Selain itu pula, beragamnya tipe dan karakter pemuda terkhusus dikalangan mahasiswa yang disebabkan oleh fenomena neoliberal juga sangat mencederai ikrar pemuda yang pernah dilantunkan pada masa silam. Tak jarang ditemukan Pemuda yang lebih cenderung diam/pasif, tidak banyak berbuat, lebih apatis bahkan hedonistis dan lebih mempertahankan kenyamanan yang dirasakan. Padahal baik dalam situasi banyak permasalahan ataupun kondisi tanpa masalah serius, pemuda dituntut lebih banyak bergerak dalam membuat perubahan yang lebih baik (agen of change), serta lebih produktif dan lebih kreatif dalam memikirkan gagasan-gagasan perubahan untuk bangsa dan negeri yang lebih baik. Ini adalah beban dan resiko yang harus ditanggung akibat Tataran moral, sosial dan akademik pemuda yang tidak lagi memberikan contoh dan keteladanan yang santun kepada masyarakat sebagai kaum terpelajar.
Pemuda sebagai pencetus sejarah, dalam sumpahnya pernah mengakui tentang bangsa yang satu. Itu dulu, entah karena persoalan ketimpangan sosial yang jelas gagasan atau wawasan kebangsaan yang minim merupakan salah satu unsur penyebab krisisnya budi pekerti maupun akhlak dan susila. Bagaimana tidak, begitu maraknya konflik horizontal dikalangan masyarakat yang didominasi oleh antar kelompok pemuda bahkan sudah sangat lazim ditemu. Tentu fenomena-fenomena riskan yang seperti ini sangat tidak mencerminakan semangat persatuan nasional dan menjadikan masa depan yang suram terhadap Bhineka Tunggal Ika.
Dua hal yang paling pokok terkait ikrar pemuda tatkala itu adalah semangat juang kolektif dengan pijakan persatuan nasional menjadi hal yang paling fundamental dalam melanggengkan perlawanan sebagai tameng dari masuknya berbagai macam agenda neolib dan neokolim. Kini sumpah pemuda menjadi warisan berharga bagi Indonesia. Soekarno pernah berucap “Api semangat sumpah pemuda harus kita ambil dan terus kita nyalakan. Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita harus berani mengatakan bahwa Persatuan Indonesia adalah segala-galanya, jauh di atas persatuan keagamaan, kesukuan, kedaerahan, apalagi golongan.”
Penulis : Rain Rahmat Laode ( Ketua LMND Kom.ATIM Makassar)
Editor : (Kusuma Widodo/Matasulsel)