Retrorika Gerakan Simbol Semangat Reformasi
Gerakan Retrorika simbol kata “Reformasi” tanpa mengetahui tujuan pasti arah reformasi sangat leluasa dimainkan oleh dinamika konstelasi politik pergerakan maupun kelompok-kelompok oposan pemerintah yang selalu memiliki sudut pandang negatif terhadap program-program maupun upaya Pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya.
bahkan tuntutan politis yang tendensius, yakni masih ada keinginan untuk menjatuhkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo karena dinilai telah gagal dalam menyejahterakan rakyat, dan dianggap sebagai antek China dan Pro PKI.
padahal, Presiden Joko Widodo secara dua periode telah membuktikan sebagai Presiden yang dipilih oleh jutaan rakyat Indonesia. seharusnya, perjuangan mengatasnamakan rakyat dan demi kemajuan rakyat haruslah menanggalkan semua warna golongan, egosititas kelompok, yang pada akhirnya hanya menimbulkan resistensi yang semakin mengorbankan rakyat.
semangat reformasi yang dikumandangkan dengan semangat patriotisme pada tahun 1998, sudah sepantasnya dibangun dengan semangat rasa kecintaan terhadap tanah Air bukan bentuk loyalitas pada suatu kelompok tertentu.
seperti pesan gaib Bung Karno yang disampaikan kepada Kusumo Lelono yang ditulisnya dalam ‘Satrio Piningit’ (Gramedia Pustaka Utama/1999) mengatakan, “Jika sebuah bangsa hanya memperhatikan harta, mengabaikan cita-cita, maka bangsa itu bukanlah bangsa yang besar.
bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan cita-cita, memelihara jiwa sekaligus raganya. Tetapi harta bukanlah yang utama. Sebab bukanlah harta yang memerdekakan bangsa dan rakyat kita, melainkan jiwa, sekali lagi jiwa kita yang membaja, semangat kita yang membara yang mambawa kita semua ke dalam kemerdekaan, maka Bangunlah Jiwa Rakyat Indonesia, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Jaya”.
Reformasi Birokrasi, Reformasi Penegakkan Supremasi Hukum, maupun Reformasi Perekonomian sudah seharusnya dikolaborasikan dengan tujuan Nawa Cita dan semangat Nasionalisme, sehingga menuju Indonesia yang lebih baik, seperti apa yang diimpikan para pahlawan waktu berjuang meraih kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah, “NKRI harga mati”.(Iqbal Fadhillah, Peneliti LSISI Jakarta).(*).