Revisi UU Otsus Papua dan Akselerasi Pembangunan Papua Oleh : DR.Ade Reza Hariyadi
Jakarta, Matasulsel – Merujuk pada UU 21/2001 tentang Otsus Papua, maka Dana Otsus hanya akan diberikan selama 20 tahun dan berakhir tahun 2021 yang akan datang. Hal ini sempat menimbulkan tanda tanya mengingat masih banyak persoalan pembangunan di Papua meski melalui Otsus pemerintah telah menggelontorkan triliunan rupiah untuk Papua dan Papua Barat.
Kedua provinsi ini masih tercatat sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan IPM rendah dibandingkan propinsi lain. Bahkan, wilayah Papua juga mengalami kondisi pertumbuhan ekonomi yang minus 15,72% pada tahun 2019 lalu. Situasi ini tentu ironi jika dikaitkan dengan besarnya alokasi dana Otsus dan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintahan daerah dalam tata kelola pembangunan wilayahnya.
Pemerintah pusat telah memutuskan bahwa Otsus Papua, terutama penyaluran dana Otsus akan dilanjutkan melalui pengajuan revisi UU Otsus Papua yang kini masuk dalam Prolegnas DPR periode 2019-2024.
Melalui revisi ini diharapkan masalah-masalah yang bersumber dari kelemahan regulasi Otsus dan aturan turunannya dapat diperbaiki sehingga Otsus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Papua dan beragam penyimpangan yang terjadi sebelumnya dapat dihindari.
Evaluasi Otsus Papua
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri sebenarnya telah melalukan evaluasi rutin terhadap pelaksanaan Otsus Papua dan Papua Barat. Hasil evaluasi secara komprehensif telah dilaksanakan sebanyak 4 kali yakni tahun 2008, 2011, 2013 dan tahun 2018 memberikan rekomendasi tentang perlu pendampingan penuh bagi Pemda dalam perbaikan tata kelola pemerintahan, baik dalam aspek aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaporan Otsus Papua.
Hal ini terutama menyangkut dana Otsus, dimana Kementerian Dalam Negeri menyoroti soal perencanaan yang kurang partisipatif, pemanfaatan dan implementasi yang kurang tepat sasaran dan mekanisme akuntabilitas dana Otsus.
Masalah yang temukan dalam evaluasi tersebut tentu saja sangat terkait dengan celah dalam UU Otsus yang memberikan ruang pengaturan lebih lanjut yang demikian besar pada pemerintah daerah yang realitasnya memiliki kelemahan fundamental dalam kapasitas institusional untuk menterjemahkan UU Otsus sesuai dengan aspirasi dan kepentingan daerahnya.
Selama ini, UU Otsus Papua memberikan kewenangan pengaturan yang besar bagi daerah untuk menyelenggarakan pembangunan daerah melalui Perdasi dan Perdasus. Masalahnya, aturan-aturan turunan dari pada UU Otsus ini berada dalam situasi politik lokal yang kerap tidak stabil dan seringkali bersifat elitis. Sebagai kebijakan otonomi asimetris, UU Otsus Papua menempatkan pemerintah propinsi sebagai pusat dari pelaksanaan Otsus Papua.