Sebagai Alat Kapitalisme, Demokrasi Indonesia Sulit Dikembalikan
Makassar, Matasulsel – Merespon perkembangan demokrasi di Indonesia, Bapak Antonius Benny Susetyo selaku staf khusus dewan pengarah BPIP RI mengatakan demokrasi Indonesia kini menjadi instrumen kapitalisme. Ia juga menambahkan melepaskan kapitalisme tersebut merupakan pekerjaan yang cukup pelik.
“Demokrasi jadi alat kapitalisme, tapi untuk mengembalikan sangat sulit.” Ungkap Pak Benny dalam seminar “Menemukan Kembali Spirit Kebangsaan Kita: Pancasila Dalam Bingkai Agama” yang diselenggarakan di Lantai IV Gedung Rektorat UIN Alauddin Makassar, Senin (21/01).
Ia menjelaskan, salah satu penyebabnya adalah kita telah didikte oleh tekhnologi dan kepentingan dibalik tekhnologi tersebut tergantung siapa yang memproduksi tekhnologi itu sendiri.
“Pemikiran kita didikte oleh pembuat tekhnologi. Kita tidak sadar, yang berkehendak dalam penggunaan tekhnologi ini adalah pembuat tekhnologi itu sendiri” Jelas Pak Benny.
Ia juga menjelaskan, kapitalisme adalah uang yang berkuasa. Kekuatan uang akan mengendalikan politik.
“Demokrasi kita, uanglah yang menjadi prioritas. Pemilik kapital memiliki peluang besar untuk berkuasa” Kata Pak Benny
Menurutnya, solusi untuk permasalahan ini adalah stretegi yang relevan yang Ia menyebutnya sebagai strategi kebudayaan, yakni pancasila sebagai ideologi perlu memiliki strategi jitu dalam implementasi.
“Tinggal strategi kita yakni strategi kebudayaan kita. Bagaimana mendefinisikan pancasila itu melalui kebijakan. Misalnya di daerah-daerah diterjemahkan dalam kebijakan di dunia pendidikan.” Ujarnya.
Senada dengan itu, sebagai pembicara kedua, Bapak Dr. Moch. Sabri, AR, M.A memaparkan bahwa penyebab lain dari permasalah demokrasi ini adalah komodifikasi agama, yang salah satu metode penyebarannya yani media sosial.
“Kita menghadapi masalah post agama atau komodifikasi agama, yang salah satunya diperkenalkan oleh tekhnologi misalnya melalui media sosial.” Uangkap Pak Sabri.
Meskipun itu, Ia menambahkan, politik identitas termasuk agama tidak boleh dilarang. Karena menurutnya, identitas keagamaan adalah bagian yang terakomodasi dalam pancasila namun tidak boleh merusak identitas nasional.
“Pancasila mengakomodasi keberagaman termasuk agama. Makanya politik identitas harus dihargai. Namun tidak boleh merusak identitas nasional kita.” Pungkasnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Direktur Pengkajian Materi BPIP RI ini mengungkapkan, pancasila harus diinternalisasi dalam diri setiap generasi muda serta dikemas sesuai bahasa anak muda.
“Pancasila harus dihayati dengan cara anak muda sendiri. Pancasila akan asing jika tidak dikemas dengan bahasa gaul anak muda.” Ujarnya.