Makassar, Matasulsel – Wali Kota petahana, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (Danny-Indira) mulai melakukan serangan udara secara terangan-terangan kepada pasangan calon rivalnya, yakni Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).

Hal ini terlihat saat Danny Pomanto menuding survei yang mengunggulkan Appi-Cicu adalah hoax. Sepekulasi pun mulai bermuculan, Danny dinilai panik atas banyaknya warga yang mengalihkan dukungan ke pasangan yang menggunakan tagline “Makassar Untuk Kita” itu.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Priyanto mengatakan, rivalitas DIAmi vs Appi-Cicu sepertinya memang semakin melebar.

Dia mengatakan, kompetisi soal potret hasil survey memang pertarungan ini seharusnya bisa rasional dan ilmiah, tapi tentu dengan kaidah-kaidah ilmiah pula. Akan tetapi memang tidak elok mengerdilkan hasil survei lembaga.

“Selama Lembaga-lembaga survey melakukan riset dengan prosedur-prosedur ilmiah yang benar, maka tentu hasilnya valid dan kreliabel atau terpercaya. Meskipun lembaga survey itu berafiliasi pada kandidat yang berkontestasi,” kata Luhur, Rabu (7/3/2018).

Hanya memang dia menilai, kalau prosedur-prosedur ilmiah tidak lagi menjadi pertimbangan dalam kerja-kerja survey, maka data temuannya tentu tidak layak jadi rujukan.

Dia menjelaskan, sekarang ini memang lembaga survey relatif lebih banyak memainkan politik survey, untuk kebutuhan kliennya. Seperti merilis data, yang tidak berbasis riset ilmiah untuk kemasan citra elektoral kandidatnya.

Akan tetapi, secara etika, tidak serta mertas kandidat melakukan vonis berkaitan hasil survei lembaga tertentu.

“Kalau pola operasi riset seperti ini yang di jalankan, maka lembaga survey tersebut akan kehilangan kredibilitas dan integritas,” tandasnya.

Adapun persoalan apakah hasil riset lembaga survei dirilis atau tidak ke publik, hal itu menjadi kewenangan dan hak proregatif lembaga tersebut.

“Bisa saja karena ada pertimbangan lain sehingga hasilnya tidak dipublikasikan. Pastinya Pak Danny juga tidak boleh serta merta mengerdilkan lembaga. Karena itu hasil ilmiah,” sindirnya.

Ia tak menampik, biasanya kecenderungan kandidat yang surveinya menurun atau stagnant seringkali menyerang paslon lain atau lawan politiknya.

Tidak hanya persoalan program lawannya yang disoroti namun hingga menebar fitnah di masyarakat ikut dibeberkan.

“Pilkada ini adalah ajang adu gagasan. Bukan ajang menebar fitnah dan sebagainya,” urainya. (*)