Jakarta, Matasulsel – Kampanye penolakan terhadap Omnibus Law terus dilakukan, walaupun bukan dengan turun demo ke jalan tetapi melakukan “demo” di medsos dengan membuat tulisan opini di medsos maupun media massa, guna mengedukasi masyarakat bahwa RUU Cipta Kerja memang memiliki banyak masalah. Demikian dikemukakan Timboel Siregar yang juga Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI, red) kepada Redaksi di Jakarta (7/5/2020). Berikut petikan wawancaranya :

Tanya : Bagaimana tanggapan terkait pertemuan Presiden dengan 3 tokoh buruh, apakah hal ini upaya penggalangan memperlancar pembahasan omnibus law?

Jawaban : Pertemuan Presiden Jokowi dengan 3 Ketua Umum SP/SB hanya untuk membicarakan masalah rencana aksi demonstrasi 30 April 2020 lalu yang memang akan dilakukan sebagai upaya memprotes pembahasan Omnibus Law RUU Cipta yang dibahas di DPR.

Memang pastinya aksi demo tersebut akan berpotensi memperluas dan memperbanyak pasien yang terinfeksi Covid-19, sehingga Presiden memutuskan untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan di DPR, hingga Covid-19 usai dari Indonesia.

Sementara klaster lainnya tetap dilanjutkan. Jadi pertemuan tersebut tidak membatalkan pembahasan Klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja tetapi hanya menunda pembahasannya hingga Covid-19 selesai.

Alasan Presiden menunda pembahasan Klaster ketenagakerjaa adalah untuk mendalami pasal-pasal di klaster ketenagakerjaan tersebut dan bisa menerima lebih banyak masukan dari public atas draft pasal-pasal di klaster ketenagakerjaan tersebut.

Menurut saya, seharusnya ketiga aktivis SP SB ini mendesak Presiden untuk menarik dulu klaster ketenagakerjaan dari DPR dan menyerahkan kepada Tim bentukan Menko Perekonomian (terdiri dari Asosiasi Pengusaha Indonesia, SP/SB dan Pemerintah) untuk dibahas ulang sehingga pendalaman pasal lebih berkualitas dan semakin banyak masukan masyarakat atas draft klaster ketenagakerjaan ini.

Setelah ok baru diserahkan ke DPR lagi. Bila mau lebih maju lagi seharusnya aktivis buruh tersebut meminta agar klaster ketenagakerjaan dibatalkan dan sebagai gantinya upayakan untuk merevisi UU No. 13 Tahun 2003 saja sehingga yang direvisi utuh, tidak setengah-setengah dengan cara omnibus law ini.

Kalau ditanya apakah pertemuan tersebut sebagai upaya penggalangan memperlancar pembahasan omnibus law? Saya kira tidak juga, justru untuk menghambat pembahasan di DPR, namun desakannya kurang berkualitas sehingga klaster ketenagakerjaan hanya ditunda saja di era covid-19 ini. Setelah itu dibahas lagi dan setelah itu ada demo lagi.

Tanya : Presiden sudah menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law, apakah RUU sudah memenuhi aspirasi BEM dan buruh?