“Mungkin dari proses awal tahapan tersangka maksudnya kan kalau secara normatif pandangan orang awam harus dari proses awal dulu. Proses penyelidikan terus naik ke sidik tentunya ada mekanisme sebelum orang ditetapkan sebagai tersangka. mestinya ada namanya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) yang turun itulah yang diulas oleh saksi ahli kami dan poin yang paling sangat penting itu adalah keterangan dari BPK karena itu menyangkut orang ditetapkan tersangka,” kata dia.

“Kejaksaan menetapkan tersangka katanya ada kerugian negara, sedangkan kerugian negara ini belum ada rilis resmi yang pasti dari lembaga dalam hal ini BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang punya kewenangan. Nah itulah yang membuat kami, mendorong kami untuk melakukan praperadilan,” kata dia.

Sementara itu, adik Hamsyah Ahmad, Rusdy mengungkapkan penetapan tersangka tidak sesuai dengan aturan yang ada. Bahkan permintaan penangguhan yang diminta pihak keluarga juga tidak dipersoalkan ketika tidak dapat diakomodir oleh Kejari Bantaeng.

“Kita juga terima kalau tidak bisa ditangguhkan ya proses semua yang pernah jadi pimpinan itu saja sesuai apa yang dituntut waktu aksi 29 Juli kemarin. Kalau memang tidak bisa ditangguhkan, proses semua yang pernah jadi pimpinan, karena pernah semua dijalani kan. PP nomor 18 itu kalau tidak salah dari 2017, Juni kalau tidak salah kenapa baru sekarang dipermasalahkan,” kata dia.

Bahkan, Rusdy mengungkapkan rumah jabatan pimpinan DPRD tidak pernah sama sekali ditinggali. “Kalau berbicara tentang rumah dinas saya ini asli Bantaeng. Kalau di Bantaeng sini bahkan mungkin bukan saja lorong-lorong tikus bahkan lorong jalan saya tahu semua disini, tidak pernah sama sekali rumah jabatan itu ditinggali, baik sebelum kakak saya tidak pernah sama sekali, ya seingat saya tidak pernah,” ungkapnya. (Jet)