“Karena yang memang dibeli itu kredibilitas. Buat apa punya APBN yang besar-besaran kalau nantinya harus dikoreksi besar-besaran juga,” ujarnya.

Poltak menjelaskan, konservatifnya postur APBN itu dapat dilihat di antaranya dari asumsi pertumbuhan ekonomi 2017 yang dipatok 5,1%, inflasi yang dipatok 4,0%, nilai tukar rupiah Rp 13.300 per dollar AS, kupon SPN 3 bulan 5,3%, dan harga minyak U$ 45 per barel.

“2017 IMF saja memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3%, Bloomberg konsenus 5,4%, APBN kita 5,1%. Lebih konservatif. Indonesia, yang dibeli adalah kredibilitas. Bisa aja dibikin gede-gedean, tapi realisasi tidak,” ucapnya.

sumber: kontan.co.id