Ridhotul Mubaraq R, S.Pd
Guru Muda Al-Fityan School Gowa

Pendidikan adalah proses belajar yang esensial dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, individu dapat berkembang dan membedakan antara baik dan buruk, serta merancang masa depan. Pendidikan merupakan bagian integral dari kebudayaan, yang mengandung nilai-nilai yang saling terintegrasi, dan berkontribusi pada tatanan masyarakat yang humanis. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus diarahkan untuk menciptakan masyarakat yang humanis sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman disintegrasi, baik dari dalam maupun luar.

Saat ini, pendidikan menjadi sendi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang melibatkan manusia dan kemanusiaan. Tanpa pendidikan, kemanusiaan tidak akan terwujud, dan pendidikan pun tidak akan efektif tanpa adanya nilai-nilai kemanusiaan.

Seorang tokoh dari suku Baduy pernah mengingatkan bahwa pendidikan yang tidak disertai dengan kemanusiaan akan merugikan orang lain. Oleh karena itu, penting untuk memahami makna kemanusiaan dalam tujuan pendidikan.

Lantas, apa sebenarnya pendidikan itu? Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah proses pembudayaan yang memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat. Begitu pula, Ibnu Sina mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembelajaran yang mencakup seluruh aspek manusia, baik fisik, mental, maupun moral.

Peran pendidikan harus dikembalikan pada hakikatnya: bukan hanya untuk mempersiapkan masa depan, tetapi untuk membantu manusia menjalani tugas kemanusiaannya, yaitu menemukan dan mengembangkan potensi diri. Seseorang dapat dianggap manusia jika ia memanusiakan orang lain, sebagaimana diungkapkan dalam kebudayaan Minahasa dengan istilah Si Tou Timou Tumou Tou.

Dalam pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-4, dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, peran guru, baik calon maupun profesional, sangat krusial. Namun, pertanyaannya adalah: apakah masih tersedia calon guru yang berkualitas? Apakah kondisi ini sudah memprihatinkan?

Di ranah pendidikan saat ini, sosok guru ideal sangat jarang ditemukan. Banyak faktor yang memengaruhi hal ini, termasuk kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru. Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru wajib memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Namun, seringkali kita menemukan bahwa banyak guru yang belum memenuhi kriteria tersebut.

Contohnya, masih ada guru yang kurang dalam pengelolaan pembelajaran, baik dalam hal pemahaman materi, perancangan, maupun pelaksanaan pembelajaran. Seorang guru yang tidak membawa buku panduan saat mengajar menunjukkan kurangnya keseriusan dalam persiapan. Padahal, sesuai kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka, penggunaan buku siswa dan buku guru sangat dianjurkan.

Kompetensi kepribadian juga penting; guru harus menjadi figur yang dapat dipercaya dan dicontoh. Maka, pelanggaran yang dilakukan guru sangat disayangkan, karena mereka seharusnya menjadi teladan bagi siswa, masyarakat, dan profesi lainnya. Allamah Muhammad al-Basyir al-Ibrahimi mengingatkan kita untuk memperlakukan siswa dengan kelemah-lembutan dan kebaikan.

Kemampuan sosial guru juga berperan penting dalam interaksi di masyarakat. Selain ditanamkan di keluarga, nilai-nilai tersebut harus dipupuk di sekolah. Guru harus mampu mengatur pola komunikasi dengan siswa secara emosional dan etis. Keseimbangan dalam komunikasi sangat penting untuk menjaga hubungan baik antara guru dan siswa.

Profesionalitas guru juga menjadi sorotan. Banyak siswa mengeluhkan bahwa guru sering keluar dari pembahasan materi. Hal ini mencerminkan kurangnya penguasaan materi oleh guru. Menjadi guru tidak hanya berarti memahami materi yang harus diajarkan, tetapi juga mengetahui cara mengajar dengan baik.

“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik,” tegas UU NRI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Mutu guru yang sesuai dengan harapan sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Kegagalan guru dalam pembelajaran berarti kegagalan dalam membentuk generasi yang berkualitas.

Oleh karena itu, para calon guru dan guru yang sudah berpengalaman perlu merenungkan apakah mereka telah memenuhi kompetensi yang diperlukan. Jika belum, sebaiknya segera memperbaiki diri. Tidak ada kata terlambat, bahkan bagi guru yang mendekati masa pensiun. Calon guru harus menjadi pionir dalam perbaikan generasi melalui peningkatan kompetensi sebelum mengemban amanah sebagai pendidik.

Majulah guru, majulah bangsaku, serentak berinovasi wujudkan merdeka belajar.