Tetapkan 7 Tersangka Kasus Pertamina, Ketua Pusat Kajian Kejaksaan FH Unhas: Kejaksaan Pilar Pemberantasan Korupsi
MAKASSAR, matasulsel.com – Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI telah mendapatkan alat bukti yang cukup dan menetapkan 7 Orang Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 s.d. 2023.
Adapun ketujuh tersangka tersebut adalah RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Tiga tersangka lainnya adalah MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Fenomena penetapan tersangka kasus-kasus korupsi besar yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung belakangan ini menambah harapan publik pada lembaga penegak hukum ini. Kejaksaan terus berkomitmen melakukan penindakan secara tegas dan profesional terhadap setiap kasus korupsi yang ditangani.
Menanggapi kasus korupsi di Pertamina, Ketua Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Fajlurrahman Jurdi menganggap, bahwa Kejaksaan melakukan terobosan-terobosan besar dan berani dalam pemberantasan korupsi. Ditengah menguapnya harapan pada sebagian kasus penegakkan hukum, Kejaksaan menunjukkan nyali besar menghadapi korupsi-korupsi besar.
“Saya melihat ini menunjukan perubahan besar di tubuh kejaksaan. Mereka berbenah dan memburu target yang lebih besar, Pada kasus-kasus kecil dan tidak terlalu penting mereka upayakan restorative justice, agar tidak sampai di pengadilan, tetapi pada kasus-kasus besar mereka bekerja maksimal, Kejaksaan menjadi pilar pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Selanjutnya ia menyampaikan bahwa kepemimpinan di Kejaksaan memang benar-benar telah bertransformasi.
“Ini harus menjadi titik tekan, bahwa kepemimpinan di Kejaksaan memang benar-benar telah bertransformasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kualitas SDM Jaksa. Karena saat ini, untuk kenaikan pangkat, di Kejaksaan itu ditentukan oleh tingkat pendidikan. Mereka rata-rata memburu sekolah S2 dan S3 jika mau naik pangkat. Itupun harus jelas akreditasi perguruan tingginya. Ada standar akreditasi yang diterapkan terhadap ijazah mereka,” kata Dosen Fakultas Hukum Unhas ini.
“Saya menilai, makin tinggi tingkat pendidikan Jaksa, makin baik cara mereka dan paradigma mereka menegakkan hukum. Jadi memang tidak bisa tamatan sekolah menengah menegakkan hukum. Sebab untuk memahami hukum, harus kuliah dulu dengan rata-rata durasi waktu 3,5 tahun sampai 4 tahun. Lalu kalau dia lanjut S2 memakan waktu 2 tahun. Sekarang di Kejaksaan, rata-rata harus S2 baru dikasih jabatan. Kalau mau naik pangkat yang lebih tinggi, mereka harus S3,” ungkap Fajlur.
Beberapa mega-korupsi yang diungkap kejaksaan belakangan ini memperlihatkan harapan besar publik terhadap institusi ini.
“Kasus Pertamina ini masih sebagian kecil kasus korupsi. Masih banyak pekerjaan rumah Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi”, ungkapnya. “Sebab korupsi telah menjadi habitus di birokrasi dan perusahaan plat merah,” pungkas Fajlur.