meskipun begitu, tidak semua negara mengunci wilayahnya setelah penyebaran virus Corona masuk ke wilayahnya. Korea Selatan memilih tidak mengunci wilayahnya, namun mengambil kebijakan lain untuk mencegah penyebaran virus Corona. Begitupula dengan Indonesia, pemerintah menilai opsi tersebut belum dibutuhkan untuk saat ini.

Tidak perlu lockdown

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan karantina wilayah atau lockdown merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dia tidak ingin ada daerah yang secara sendiri-sendiri menetapkan status lockdown. Tito menegaskan pemerintah daerah harus melakukan konsultasi dengan gugus tugas percepatan penanganan virus corona yang dikepalai oleh Kepala BNPB Doni Monardo, apabila mau melakukan ataupun mempertimbangkan lockdown.

menurut Tito, lockdown harus tetap mempertimbangkan aspek ekonomi. Hal tersebut menurutnya berkaitan langsung dengan masalah moneter dan fiskal yang merupakan urusan pemerintah pusat.

ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Edhie Purnawan menyampaikan pendapatnya terkait persoalan tersebut. Menurut Edhie, beberapa hal perlu diperhatikan jika Indonesia memutuskan lockdown atau mengunci/isolasi wilayah yaitu kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, sehingga tidak terjadi kelangkaan di pasar, toko tradisional, toko modern, dan supermarket.

kemudian jika melihat UU Nomor 6/2018 mengenai Karantina, persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pemerintah menetapkan status darurat kesehatan nasional dan memberlakukan karantina/isolasi, yaitu karantina rumah, karantina rumah sakit, hingga karantina wilayah.

“Pasal 53, 54, dan 55 UU tersebut mengamanatkan jika dilakukan karantina wilayah (lockdown), maka persyaratannya harus terjadi penyebaran penyakit di antara masyarakat sehingga harus dilakukan penutupan wilayah untuk menangani wabah tersebut. Syarat ini sudah terpenuhi,”ulasnya.

Lockdown sendiri memang berimplikasi pada terhentinya kegiatan ekonomi. Dampaknya, negara harus bersiap dari sisi ekonomi, seperti memenuhi kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan pokok di wilayah yang di-lockdown. Sektor-sektor yang mengandalkan teknologi tradisional akan terkena dampak paling buruk.

Peneliti ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi Indonesia bisa terkena krisis ekonomi apabila Jakarta diisolasi, sebabnya 70% pergerakan uang dalam perkonomian nasional berada di Jakarta.

akan sangat beresiko bila aktivitas perekonomian di Jakarta lumpuh karena melakukan lockdown di Jakarta. Belum lagi pasokan bahan baku pokok bagi masyarakat Jakarta akan terhambat, utamanya pangan.

sejauh ini, menurut Bhima, Jakarta mengandalkan pasokan pangan dari luar daerah. Sementara itu Jakarta juga menyumbang 20% angka inflasi nasional. Kalau barang langka di Jakarta dan berujung pada kenaikan harga secara lokal, maka angka inflasi nasional bisa saja terkerek hingga 6%.

sedangkan, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan, jika terjadi lockdown di Jakarta akan memberikan hantaman keras bagi pekerja sektor informal.

dia menyebut banyak masyarakat kecil penjual makanan ringan akan menjadi yang pertama kehilangan pendapatan. Itu sebabnya jika lockdown terjadi, pemerintah harus menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat menengah ke bawah yang bekerja di sektor informal.

untuk itulah, penulis sepakat pemerintah tidak perlu melakukan lockdown, karena sudah ada tanda-tanda masyarakat semakin meningkat kewaspadaannya menghadapi wabah Covid 19, dan terus terang saja masyarakat Indonesia dan kondisi negara Indonesia belum siap jika di lockdown. (Penulis adalah Pemerhati Masalah Strategis Indonesia. Peneliti Polkasi Jakarta).(*).