Urgensi Pendirian LIPI-KTI dan Pesantren Biosains Menuju Pembangunan Pendidikan Yang Lebih Berkeadilan
“Sebaik – baik orang beriman yang berjalan di permukaan bumi ini adalah yang bisa
menafakkuri dan mentadabburi ayat – ayat kauni-Nya dan ayat – ayat qauli–Nya, dengan
demikian mereka selalu terbimbing oleh perintah Ilahi dan nasehat orang-orang suci”.
(Dr.Yustin Paisal, S.T., M.T. / Dg. Isa)
Dosen Kopertis Wil. IX Sulawesi; yustinpaisal@yahoo.co.id; c.p. 081225108282
Alumnus ITB 2016, Dosen Bidang: Biotek – Biohidrometalurgi – Rekayasa Pertambangan & Metalurgi
[save: lingkungan-sdm- batubara menuju negara yang bermartabat]
Demikian nasehat mukhasyafah-irafani- falsafati-Ilahiyah, Insya Allah. Dan, ini semoga
menjadi motivasi bagi putera-puteri bangsa ini guna merancang masa depan dalam golongan
“derajat tertinggi di sisi Allah!. Bahwasanya, bumi sulawesi dan kawasan timur indonesia
adalah fakta nusantara dan tanda kebesaran Tuhan yang maha esa. Kita mesti menafakkuri
dan mentadabburinya lalu menjadi dasar amaliyah pembangunan secara holistik-suci di
nusantara ini ?
Sebagai hipotesis, bahwa, banyak hal yang perlu direnungkan bagi stake holder guna
pembenahan di negeri ini, khususnya pemerintah pusat. Bahwa, ketika akan melakukan
moratorium ebtanas yang hampir menelan biaya rutin 500 M rupiah setiap tahunnya, maka
pada salah satu sisi perlu mempertimbangkan kehadiran Lembaga Ilmu Pengetahuan dan
Penelitian Kawasan Timur Indonesia [LIPI-KTI] di Makassar sebagai pintu gerbang menuju
Indonesia Bagian Timur dan sebagai kawasan strategis pusat riset nasional-internasional
pengembangan & pengelolaan SDA terintegrasi dengan penekanan pada kurikulum
pendidikan holistik berbasis kompetensi-observasi dan bioteknologi. Ini adalah suatu
keniscayaan !
Sudah menjadi fakta, bahwa, terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di KTI
dibandingkan dengan kualitas pendidikan di kawasan barat ibu pertiwi sudah menjadi
sedemikian rupa parahnya. Sebagai indikator, hanya berapa persenkah murid tamatan SMA
negeri dan swasta ataupun Madrasah Aliyah yang berasal dari KTI yang dapat masuk ke
perguruan ternama di Jawa? Barangkali, sangat minim sebagai jawaban. Fenomena ini, jika
benar adanya, maka dapat dikatakan, bahwa, distribusi kualitas pendidikan di nusantara ini
boleh jadi mencerminkan ketidakadilan dalam program pendidikan yang selama ini telah
dicanangkan oleh pemerintah pusat, sejak proklamasi hingga kini. Ini perlu direvisi secara
fundamental!. Lalu, bagaimana hal ini dibedah dan diberi solusi?
Menurut hemat penulis, hal ini mesti menjadi perhatian para stake holder pusat-daerah.
Khususnya, presiden selaku pemimpin nomor wahid di Indonesia hendaknya lebih
berkonsentrasi pada pengamatan spesifik atas kualitas distribusi pendidikan di Indonesia
sebagai program strategis bagaimana meningkatkan mutu rata-rata peserta anak didik di KTI.
Barangkali salah satu yang menghambat untuk mengejar ketertinggalan ini adalah tidak
adanya lembaga riset terintegrasi yang merupakan konsorsium dari segenap dunia pendidikan
melalui LIPI yang selama ini tidak ada di KTI. Ini perlu ditindaklanjuti dan dipercepat guna
memangkas biaya riset yang terlalu mahal sehingga bermuara pada kualitas penelitian yang
sangat sulit untuk go nasional – go internasional.
Dengan adanya LIPI-KTI, maka ini adalah salah satu solusi! Sebab, dengan LIPI KTI, para
guru dalam semua strata pendidikan, terlebih lagi para dosen di KTI akan lebih mudah dalam