Zulkarnain Hamson, S.Sos, M Si. C.PS,C.CTc. (Foto. IST)

MAKASSAR, MATA SULSEL – Kabar akan keterlibatan staf Inspektorat dalam kegiatan yang memakai Alokasi Penggunaan Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD), bahkan tanpa melibatkan Pendamping Desa (PD), diyakini oleh Zulkarnain Hamson, S.Sos. M.Si. Dosen Pendidikan Anti Korupsi, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Timur (UIT) di Kota Makassar, sebagai indikasi adanya mal administrasi dalam tata kelola pemerintahan, ujarnya di Makassar, Sabtu 17 September 2022.

“Intinya jangan mau ambil resiko hukum, kegiatan di desa, yang menggunakan ADD maupun DD, harus melibatkan Pendamping Desa, apapun bentuknya,” ujarnya. Karena mereka direkrut Kementerian Desa dan tugasnya diatur dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 7 Tahun 2021 tentang: Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022. Jika ada yang berani melanggar ketentuan itu dengan memakai alasan atau jaminan instansi penegak hukum sekalipun, harus ditolak. Terkecuali melalui jalur konsultasi vertical, tambahnya.

“Silahkan lihat ketentuan yang ada diantaranya pada Perpres Nomor 104 Tahun 2021, pada pasal 5 ayat (4) penggunaan Dana Desa tahun 2022, sudah diatur penggunaannya dengan jelas,” ujar Zul, yang juga dikenal sebagai mantan wartawan Harian Ujungpandang Ekspres. Ketentuan penggunaan dana itu untuk; Program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai desa paling sedikit 40%; Program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20%; Dukungan pendanaan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) paling sedikit 8%, dari alokasi Dana Desa setiap desa; dan Program sektor priortas lainnya.

“Jadi jangan lupa dari total 100% Dana Desa yang diterima tiap desa, Pemerintah Desa hanya bisa mengalokasikan 32% dari Dana Desa untuk memenuhi kebutuhan program sektor prioritas lain,” ujarnya mengingatkan. Ditambahkannya Refokusing Anggaran Pemerintah Desa mau tidak mau harus kembali me-Refokusing perencanaan penganggaran dan melaksanakan Musyawarah Desa untuk memangkas program prioritas yang sebelumnya telah disepakati dan tertuang dalam RKP Desa.

“Jadi silahkan saja kalua ada yang mau coba-coba memelihara tradisi buruk memakan dana desa dengan cara yang menyimpang, cepat atau lambat akan berakhir hukum,” ujarnya. Saat ini menurutnya kebanyakan desa merasa bisa seenaknya memakai anggaran sekalipun programnya tidak bermanfaat bagi masyarakat. Sebelumnya hal itu diungkapkan budayawan muda sulsel, Idwar Anwar, yang tampil sebagai pembanding utama pada Dialog Media, bersama sejumlah wartawan di Kafe Baca Makassar.

Sebelumnya tampil Rusman Dg. Naba, S.HI. Wakil Sekretaris Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Sulsel, mewakili ketua umum, yang berhalangan hadir karena kesehatan terganggu. Dalam uraiannya di hadapan sejumlah peserta dialog yang dating dari beragai unsur, diantaranya wartawan, budayawan, seniman, mahasiswa dan penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Rusman menyebutkan kebanyakan kepala desa sangat takut, dan patuh pada arahan pejabat kabupaten. Sementara fenomenanya sudah banyak juga kepala dinas dan kepala desa yang ditangkap karena salah arahan.

Kebanyakan peserta yang hadir mengungkapkan berbagai pemikiran agar terkait anggaran APDESI melakukan mentoring dan pengawasan serta perlindungan dari resiko hukum. Karena kebanyakan pejabat kabupaten hanya mau enaknya memakai ADD dan DD tanpa mau menanggung resikonya. Maka tinggal kepala desa dan sekretaris desa yang berhadapan dengan sanksi hukum. Kabupaten yang sekarang mengalaminya cukup banyak diantaranya, Gowa, Bone, Takalar dll.(Arifuddin)