Adanya koherensi dan konsistensi dari konstitusi hasil amandemen dengan kedudukan dan kelembagaan MPR seharusnya merupakan majelis nasional, wadah sidang gabungan (joint session) DPR dan DPD sehingga menghindari pendapat adanya tiga lemabaga di parlemen yakni, MPR, DPR, dan DPD.

Kesimpulan

Pemakzulan presiden bersifat prosedural institusional melewati 3 (tiga) lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK) serta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) masing-masing dengan kewenangan berbeda. Khusus mengenai “putusan” MK tidak bersifat final dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap DPR dan MPR tetapi hanya sebatas menjadi pertimbangan hukum bagi DPR dan MPR. Sesuai obyek sengketa yang menjadi fokus pemeriksaan, MK akan memberikan 3 (tiga) kemungkinan putusan tafsir yuridis; Pertama, amar putusan MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Kedua, permohonan ditolak dan Ketiga, membenarkan pendapat DPR.

Putusan akhir mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tetap berada di tangan MPR sebagai lembaga pemutus (eksekutor) sedangkan MK hanya bertindak sebagai juri untuk menentukan apakah tuduhan DPR memiliki landasan konstitusional atau tidak.

ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 Pasca Amandemen hanya bermakna bahwa putusan MK tidak dapat dilakukan upaya banding, hal ini akan berbeda jika setelah kata final diikuti kata mengikat,

Usulan

Untuk menghadirkan putusan MK sebagai putusan hukum yang dapat berlaku efektif, maka ke depan harus dilakukan beberapa langkah; Pertama, pemahaman yang baik dari segenap penyelelenggara negara akan arti pentingnya MK sebagai satu-satunya penafsir resmi UUD 1945, dan Kedua, penyempurnaan UUD NRI Tahun 1945 Pasca Amandemen, khususnya terkait dengan ini, maka ketentuan Pasal 24C ayat (1) dibelakang kata final ditambahkan kata dan mengikat.

Mekanisme dan hukum acara yang lebih rinci mengenai pemakzulan presiden, baik di tingkat DPR, Mahkamah Konstitusi maupun MPR.

Perlu dan penting untuk dilakukan Amandemen kelima UUD NRI Tahun 1945 sepanjang menyangkut dengan mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.