Penelitian Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca masyarakat. (dilansir dari its.ac.id) Sebab, memang notabene, dari kalangan mahasiswa yang dikenal sebagai actor yang lebih ilmiah dari masyarakat awam lainnya minat bacanya sangat minim.

Hal ini juga diperkuat dari sisi lama membaca, Menurut Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Woro Titi Haryanti menyebut kajian minat baca dilakukan di 28 kota/kabupaten di 12 provinsi dengan 3.360 responden. Hasilnya ialah 63% membaca 0-2 jam per hari, 31% membaca 2-4 jam, 4% membaca 4-6 jam, 2% membaca lebih dari 6 jam. (Data Perpusnas 2015).

Sepanjang kritik yang terlontar, kita patut bersyukur bahwa masih ada beberapa mahasiswa yang hendak menularkan dan menguatkan budaya literasi. Misalnya saja, tiada hari tanpa pengadaan lapak buku, bedah buku bahkan pelatihan-pelatihan menulis buku dari lembaga internal maupun eksternal kampus. Ini tentu tujuannya, tidak lain untuk menjaga eksistensi literasi di Indonesia. Daras-daras seperti ini yang patut diapresiasi.

Kita pada dasarnya menyadari bahwa hingga detik ini semangat memerangi kebodohan dalam diri terkadang masih tersandera oleh kemalasan. Namun disisi lain kita juga meyakini bahwa membaca buku adalah alat menuju kecerdasan.

Bijaknya, Paling tidak membacalah dulu, buku apapun itu. “Ala biasa karena terbiasa.

Selamat Hari Buku Sedunia!