Dalam pandangannya, Bachtiar Adnan Kusuma menilai bahwa Arena Wati adalah sosok yang menempatkan kekuatan fundamental melalui tulisan.

“Ia berhenti menjadi pelaut untuk menjadi seorang jurnalis dan sastrawan besar yang dihargai di negeri Malaysia, dan semoga senantiasa besar di negeri sendiri. Arenawati adalah simbol intelektual dari Jeneponto yang dikenal dunia,” ujarnya di hadapan peserta yang memenuhi area taman.

Karena itu, Bachtiar Adnan Kusuma mengusulkan kepada Bupati Jeneponto H.Paris Yasir melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan agar semangat, inspirasi dan nilai-nilai perjuangan Arenawati dijadikan simbol dan penyemangat anak-anak muda melalui monumen literasi Arena Wati, nama jalan atau melalui Festival Literasi Internasional Arena Wati dipusatkan di Jeneponto.

Sementara itu, Prof. Muhlis Hadrawi menambahkan bahwa karya-karya Arenawati memperlihatkan kedalaman intelektual dan keberanian dalam menulis lintas batas kebangsaan.

“Ia bukan sekadar menulis, tapi menegakkan martabat budaya dan identitas,” ucapnya.

Karya terakhir ArenaWati yang berjudul “Trilogi Barabarayya” menjadi penutup perjalanan panjangnya di dunia sastra — sebuah refleksi monumental yang ia rampungkan sebelum berpulang ke pangkuan Ilahi.

Melalui pengangkatan tema ArenaWati pada festival ini, Pemerintah Kabupaten Jeneponto melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan berupaya menghidupkan kembali kebanggaan terhadap sosok putra daerah yang mengharumkan nama Jeneponto di kancah internasional, sekaligus menginspirasi generasi muda agar terus menulis dan berkarya tanpa batas. (*)