Dalam wawancara terpisah, Dr. Mustaufiq, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Jeneponto, sekaligus ayah mereka, menyatakan kebanggaannya atas keberanian kedua anaknya.

“Kami tidak menargetkan juara. Saya dan istri hanya ingin mereka berani tampil, melawan rasa takut, dan mengasah kepercayaan diri. Arya itu awalnya sangat tertutup di sekolah, tapi kami terus dorong dia. Ternyata bisa sampai 10 besar,” ungkapnya penuh haru.

Ibu mereka, Imah Wahyuni, S.Sn., S.I.Kom., juga tak kuasa menyembunyikan rasa bangga.

“Kami percaya pendidikan karakter tak hanya ada di kelas, tapi juga lewat pengalaman seperti ini. Kami hanya ingin mereka belajar percaya pada diri sendiri.”

Keikutsertaan keduanya murni sebagai ajang pengembangan diri, bukan sekadar kompetisi. Dan dari 45 peserta, bisa tampil di panggung final, disaksikan dewan juri dan publik, menjadi bukti bahwa proses adalah kemenangan itu sendiri.

Kisah kakak-adik ini pun menyampaikan pesan yang dalam bagi pelajar lain: berani mencoba, walau hasil belum tentu sempurna, adalah langkah besar dalam pendidikan karakter.

Pemilihan Duta Pelajar Jeneponto 2025 memang menjadi lebih dari sekadar ajang adu bakat dan orasi. Ia menjadi cermin bahwa setiap pelajar baik ekstrovert maupun introvert punya ruang untuk tumbuh, selama didukung oleh keluarga, lingkungan sekolah, dan kemauan untuk berkembang. (Oji Pajeka).