Ketua JOIN Sulsel Dr. Arry Abdi Syalman : Dunia Maya Kita Perlu Dipagari
“Teman-teman yang bisa mengejar itu (SKKNI), harus kejar,” saran anggota Delegasi Indonesia pada ASEAN-Japan Cyber Security Working Group Meeting Hanoi, Vietnam tahun 2023 itu, kemudian menambahkan, sertifikasi itu penting karena yang akan membedakan kita ke depan, ukuran profesionalitas seorang jurnalis dan bukan jurnalis adalah sertifikasinya.
Arry Abdi Syalman mengajak peserta agar belajar untuk cerdas bekerja di dunia maya. Bagaimana menjaga ruang siber kita tetap aman dan bisa dikendalikan. Dunia maya ini harus “dipagari” juga. Sebab, dia tidak ada batasnya. Kalau bermigrasi di dunia nyata ada imigrasi, di dunia maya tidak ada “border” (garis pemisah, batas)-nya.
“Tidak ada yang bisa menjamin whatsapp-nya aman. Kita semua mengirim informasi di WA. Di Amerika tidak perlu tenaga manusia untuk mempelajari informasi-informasi di WA itu, ada mesin yang melakukan hal ini,” ujar Arry sambil mengharapkan kita harus cerdas bagaimana mengemas konten siber.
Ia menginformasikan, serangan siber yang masuk ke Indonesia dalam setahun bisa mencapai 2 miliar. Dalam satu detik minimal 7 serangan. Jadi bisa dibayangkan, yang menjaga ini hanya instansi yang berwenang, kita tidak akan mampu. Itulah sebabnya, kita mendorong segera diterbitkannya UU Siber. UU PDP sendiri tidak efektif berjalan, karena ada amanahnya, harus terbentuk lembaganya sebelum efektif berjalan.
“Saya mengharapkan teman-teman untuk secara bijak dan cerdas menggunakan dan mengisi informasi di dunia maya,” kunci Arry sembari mengharapkan kegiatan seperti ini tetap berjalan pada masa yang akan datang.
Tingkatkan Efisiensi
M.Dahlan Abubakar yang tampil sebagai pembicara pertama dalam diskusi ini mengatakan, manfaatkan penggunaan AI dalam media, di antaranya meningkatkan efisiensi dalam proses pengeditan, pengembangan konten, dan pengukuran audiens. Juga, meningkatkan kualitas konten dengan cara menghasilkan ide, mengatur struktur dan menulis konten yang lebih efektif.
“Tantangan AI dalam media adalah keterbatasan data, karena AI memerlukan data yang cukup untuk belajar dan meningkatkan kinerjanya,” ujar Tokoh Pers tersebut, kemudian menambahkan, selain itu juga adanya keterbatasan kemampuan dalam memahami konteks dan nuansa bahasa serta ketergantungan pada teknologi.
Kekurangan AI, kata Dahlan, dapat menimbulkan ketergantungan, membuat seseorang menjadi malas, tidak kreatif karena mengandalkan teknologi AI. Kecerdasan buatan “tidak memiliki perasaan“ karena dikerjakan oleh teknologi secara mekanikal.
“Jika kita mengandalkan kecerdasan buatan secara masif, bisa menimbulkan banyak pengangguran,” ujar Pengurus PWI Pusat tersebut.
Dia menyarankan agar menggunakan kecerdasan buatan secara selektif dan bila diperlukan, hendaknya menggunakan data pembanding dengan referensi yang lain, dan tidak menggantungkan diri pada kecanggihan teknologi ini. Juga tidak menggunakan kecerdasan buatan untuk hal-hal yang negatif.
Fred Ch.Kuen, selain menjelaskan praktik penggunaan AI dalam kerja-kerja media, juga menekankan, kita tidak dapat mengandalkan kecerdasan buatan ini dalam kerja jurnalistik.
“Banyak hal yang tidak dapat dijawab oleh AI. Oleh sebab itu, AI tidak akan mampu menggantikan kecerdasan manusia,” kata mantan wartawan LKBN Antara tersebut.
Tampil memberikan umpan balim dalam diskusi ini, antara lain, Mitha Mayestika Kuen,S.IP, M.I.Kom, Rusdin Tompo, Dr.Fadly Andi Nazif, S.H., M.H. Is Hakim, dan Dr.M.Zainal Altim, ST,MT.IPM.
Ketua Panitia Diskusi M.Rusdy Embas, S.E. menjelaskan, kegiatan ini terwujud sebagai hasil bincang-bincang sederhana di Kafe Baca bersama Founder Komunitas Anak Pelangi (K.Apel) Rahman Rumaday dan Arwan D.Awing, S.E. terkait dengan kualitas media. (**)