Jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5 sampai 9 buku per orang. Data Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menunjukkan pangsa pasar buku dalam negeri mencapai sekitar Rp 14,1 triliun per tahun. Sekitar 60 persen pasar buku berasal dari pembelian oleh pemerintah untuk sektor pendidikan. Setiap tahun ada 100.000 judul buku yang dimintakan International Series Book Number (ISBN) di Perpustakaan Nasional, namuan hanya 40 sampai 45 persen yang akhirnya benar-benar terbit.

Data tentang rendahnya literasi masyarakat Indonesia tersebut menjadi tantangan dan permasalahan kompleks. Perpustakaan mau tak mau harus bisa mengambil peran dan menjadi garda terdepan dalam menjawab permasalah tersebut. Kolaborasi dengan seluruh elemen penggiat literasi demi mewujudkan Gerakan Literasi Nasional (GLN).

Perpustakaan selain menyediakan sumber-sumber bacaan untuk menggali informasi dan pengetahuan, dapat juga untuk menjadi tempat berbagai kegiatan pelatihan dan keterampilan berbasis literasi untuk semua kalangan. Dikutip dari Vemale, data Unesco menunjukkan bahwa dari 1.000 penduduk Indonesia yang minat membaca hanya satu orang atau perbandingannya 1000:1. Kemudian dari sisi jumlah buku, 1 buku dibaca 15 ribu orang padahal yang seharusnya menurut Unesco, 1 buku hanya dibaca untuk 2 orang.

Data di atas harusnya mampu menjawab persoalan kita yang tertuang dalam data PISA 2018. Masih kita temukan sekelumit permasalahan klasik dalam hal budaya baca buku. Seolah-olah membaca buku hanya milik para pelajar, milik yang suka menulis saja, padahal kolaborasi semua elemen harus menjadi kekuatan utama. Kita berharap lewat aktivitas dan geliat para penggiat literasi berbasis masyarakat dalam mendekatkan bahan bacaan atau buku ke masyarakat harus mampu menjawab tantangan dalam data PISA tersebut.

Peningkatan budaya baca masih sangat temporer, hanya pada jenis kegiatan tertentu. Padahal kita telah memiliki UU No.43 tahun 2007 tentang perpustakaan, namun belum mampu dioptimlakan dalam implementasi yang konkrit.
Rendahnya kesadaran orang tua dan masyarakat akan pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan literasi (membaca buku).

Selain itu lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perbukuan juga diharapkan menjadi pondasi kuat dalam membangun budaya baca masyarakat Indonesia. Namun kita juga menyadari bahwa akses dan sarana prasarana membaca yang belum merata dan terdistribusi secara maksimal menjadi persoalan klasik. Bahan bacaan yang masih minim, kemampuan menulis buku yang belum maksimal diberdayakan serta persoalan lainnya. Fenomena ini diperparah dengan hadirnya pandemi virus covid-19 saat ini.

Geliat membaca di taman-taman baca masyarakat, disudut-sudut baca kembali menurun. Hal ini karena adanya larangan aktivitas berkerumun. Program antar dan jemput buku menjadi salah satu opsi yang dipilih oleh sebahagian penggiat literasi. Hal ini semata-mata agar tidak terjadi kekosongan aktivitas membaca buku walau di masa pandemi seperti saat ini. Selain itu pemerintah pun menyediakan sarana membaca buku secara daring (online) dan virtual. Disediakan oleh instansi-instansi yang selama ini konsen dan fokus pada aktivitas penyediaan bahan bacaan (buku).

Pandemi covid-19 ini memberikan pengalaman berharga kepada kita semua. Fenomena yang harus dan siap kita hadapi. Situasi sulit menjadi bagian dari kehidupan masyarakat hari ini. Hanya saja kita butuh program, kebijakan dan pemberdayaan secara maksimal agar budaya membaca buku tak terputus dalam situasi ini. Momentum hari buku nasional ini menjadi refleksi bersama dalam menghadapi gelombang industri 4.0 berbasis virtual. Buku digital bisa jadi opsi, namun buku manual tak boleh disepelehkan, kita masih sangat butuh itu. Masih banyak daerah yang akses jaringan internetnya masih minim sehingga membutuhkan buku sebagai sarana baca bagi masyarakat.

Kolaborasi antara keduanya menjadi sesuatu yang mesti dilakukan. Tak lain sebagai wujud konkrit dalam memenuhi kebutuhan membaca buku masyarakat.

Semoga wabah ini segera berakhir, agar aktivitas literasi yang mengarah pada upaya pembudayaan membaca buku bisa kembali terlaksana secara normal. Kita tentunya rindu dengan keceriaan para pengunjung perpustakaan, taman baca dan sudut baca yang menjadikan buku sebagai teman mereka. Selain itu kita mengharapkan adanya peningkatan budaya baca. Selamat memperingati hari buku nasional 17 Mei 2020. Bung Hatta berkata “aku rela dipenjara asal bersama buku, karena dengan buku aku bebas”.Penulis : Ketum KERTAS PENA dan Penulis 15 Buku.(*)

Terbit : Takalar, 17 Mei 2020.