Bedeng-bedeng atau “Kasombo” yang tertata rapi menunjukkan keseriusan para petani dalam mengelola lahan mereka.

Yang menarik, pemilik lahan sangat terbuka bagi warga yang tidak berprofesi sebagai petani untuk ikut serta dalam kegiatan bercocok tanam. Dengan sistem bagi hasil, mereka dapat membuat bedengan untuk menanam ubi jalar, memperkuat rasa kebersamaan di kalangan warga.

Sistem pengairan di Lembangloe sangat mengandalkan pompanisasi dari sungai, sehingga seluruh hamparan sawah dengan mudah mendapatkan pasokan air.

Kerja gotong royong masih sangat terjaga di kampung ini. Mulai dari mempersiapkan bedengan, menanam, hingga mengaliri air, semua dilakukan dengan semangat kebersamaan.

Saat panen tiba, kerumunan warga yang saling membantu menjadi pemandangan yang tak ternilai, menciptakan ikatan sosial yang kuat di antara mereka.

Tradisi menanam ubi jalar di Lembangloe bukan hanya sekadar aktivitas pertanian, tetapi juga merupakan bagian integral dari identitas kampung. Keberadaan kampung ini sebagai “kampung ubi jalar” menunjukkan betapa pentingnya tanaman ini dalam kehidupan sehari-hari warga.

Dengan segala keunikan yang dimiliki, Lembangloe bukan hanya sekadar tempat bertani, tetapi juga sebuah komunitas yang kaya akan nilai-nilai sosial dan budaya yang patut dilestarikan. (*)