Ansar menjelaskan, dalam banyak kasus mandek, supervisi KPK terbukti efektif. Selain itu, supervisi juga merupakan amanat UU.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) telah diimplementasikan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam perpres dijelaskan bahwa supervisi merupakan salah satu tugas pokok KPK seperti yang tercantum dalam Pasal 6 huruf D.

“Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” demikian bunyi Pasal 2 Ayat (1) Perpres tersebut.

Dalam salinan Perpres bernomor 102/2020 itu, dijelaskan bahwa KPK memiliki kewenangan melakukan supervisi terhadap kasus korupsi yang ditangani kepolisian maupun kejaksaan.

Supervisi yang dimaksud meliputi kegiatan pengawasan, penelitian, atau penelaahan kasus korupsi yang ditangani dalam rangka percepatan penanganan perkara.

Seperti diketahui, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi, tim Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, meningkatkan penanganan perkara dugaan korupsi, penetapan harga jual tambang pasir laut di Kabupaten Takalar tahun 2020, dari tahap penyelidikan ke penyidikan.

Kasus ini naik ke penyidikan akhir Maret lalu.

Diketahui, kasus ini diusut lantaran adanya dugaan potensi kerugian negara sebesar Rp13,5 miliar dalam penetapan harga jual tambang pasir laut di wilayah Takalar tahun 2020. Diduga, harga tambang pasir laut dijual Rp7.500 per kubik dari harga jual yang ditetapkan dalam peraturan sebesar Rp10.000 per kubik.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, turunnya nilai harga jual tambang pasir didasari oleh adanya penawaran yang dilakukan pihak penambang. Tawaran pihak penambang kemudian direspons dengan rapat bersama sejumlah pejabat Pemkab Takalar.

Tawaran pengurangan harga itu kemudian disetujui dan disepakati melalui berita acara. Belakangan, masalah pun muncul, lantaran penetapan pengurangan harga jual tambang pasir laut tersebut, disinyalir tidak memiliki dasar regulasi yang kuat.

Dan kebijakan itu, dianggap oleh aparat penegak hukum, sebagai langkah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang cukup besar. (*)