Omnibus Law : BPLP Bersama Gebrak
Perlindungan standar upah minimum ditiadakan, sanksi pengusaha yang terlambat bayar upah ditiadakan, sistem kerja kontrak outsourching makin tidak ada batasan, pencabutan pesangon, potensi dihilangkannya hak-hak dasar buruh perempuan, perlindungan berserikat menjadi lemah, ini semua adalah bentuk ketiadaan perlindungan Negara terhadap buruh. Artinya keadilan bagi buruh menjadi tidak ada.
Pertanyaan : Segala perizinan yang semula diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota, semuanya dialihkan kepada pemerintah pusat dalam RUU Ciptaker Omnibus Law. Beberapa poin penting dalam Undang-Undang yang dibuat oleh DPR RI, semua diubah menjadi Peraturan Pemerintah. Ada tanggapan?
Jawaban : ini kayak semacam sentralisasi kekuasaan dan mengabaikan partisipasi daerah. Pola ini menjadi tidak demokratis untuk menerima masukan-masukan dari DPR. Dan juga tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, dimana materi muatan UU tidak bisa diatur dalam PP.
Pertanyaan : Banyak pakar menilai pasal 170 dalam omnibus law dinilai membuat kekuasaan Presiden semakin eksesif/berlebihan?
Jawaban : Ini yang saya sebut tadi, bahwa ada sentralisasi kekuasaan yang berlebihan ke presiden dengan mengabaikan partisipasi DPR bahkan partisipasi public (Red/Wijaya).(*)
Terbit : Jakarta, 17 Juni 2020