Dengan alasan tersebut maka muncullah Persepsi publik tentang kepemimpinan saat ini yang nyaris diambang nadir. Sinisme masyarakat tidak bisa disalahkan, stigma negatif terbentuk berdasarkan apa yang yang dipertontongkan dan diberitakan media tentang eskalasi ketidakberhasilan pemimpin saat ini.

Saatnya generasi muda mengambil peran, Idealisme mereka belum ternodai, diskusi dan analisis obyektif pada lingkungan perkuliahan sangat relevan diaktualisasikan sebagai gagasan solutif atas merosotnya angka kepercayaan publik terhadap pemimpin sekarang. Mereka (Kaum muda) apabila diamanahkan tanggung jawab akan berorientasi pada penyelesaian yang melebihi target.

Seperti yang dilansir (indonesiana.tempo.co, 18 februari 2017). Anies Baswedan selaku promotor indonesia mengajar menyebutkan bahwa ada banyak anak muda kita yang menjadi pemimpin dan mengambil peran yang berdampak baik pada masyarakat namun mereka tidak memiliki jabatan apa-apa dan tidak mendapatkan bayaran apa-apa. Orang baik inilah yang seharusnya didorong masuk ke dalam negara”.

Sebagai generasi muda dijebak pada paradigma dan mentalitas yang pesimistis. Seperti kebanyakan slogan-slogan yang terpampang lebar ditiap sudut gerbang kampus pada momentum penyambutan mahasiswa baru. “selamat datang pemimpin masa depan”. Itu doktrin yang tidak relevan. Pemimpin itu sekarang, bukan dimasa yang akan datang. pada skala yang sangat sempit, setiap dari kita sebagai generasi muda adalah pemimpin diri kita sendiri.

Untuk melakukan sesuatu tdk harus jadi “seseorang”. Untuk berbuat sesuatu bisa jadi orang biasa saja. Generasi muda harus ditanamkan perasaan kepemilikan atas masalah, mereka ditantang untuk memiliki dan mengelola masalahnya dan menjadi bagian dari solusi. Membangun kembali kepercayaan publik tidaklah mudah. Untuk mewujudkan dibutuhkan authentic leadership yang berorientasi pada kemampuan memimpin dan menggerakkan. Setiap arah gerak kepemimpinan mengarah pada tercapainya kepentingan bersama, sehingga sangat relevan apabila dalam proses kepemimpinan dapat melibatkan semua pihak sebagaimana konsep gotong royong yang dipraktekkan oleh para pemimpin terdahulu.(*)

Penulis: Musliadi (Mahasiswa Teknik Industri Universitas Islam Makassar)