Penanganan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan menunjukkan menunjukkan hasil signifikan, berhasil mengungkap kasus-kasus kakap dan membawanya ke meja hijau untuk diadili, seperti kasus perkara mega korupsi tata kelola pertambangan timah dengan kerugian total sebesar Rp300 triliun yang telah vonis, namun dilakukan banding oleh Kejaksaan.

Berdasarkan data Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan, capaian kinerja Kejaksaan Agung pada 100 hari Kabinet Merah Putih telah menunjukkan pencapain signifikan. Pada tahap penyelidikan yang telah dilakukan sebanyak 403 perkara, penyidikan 420 perkara, penuntutan 667 perkara, eksekusi 53 perkara, banding 136 perkara, kasasi 78 perkara, peninjauan kembali 12 perkara, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp199.154.568.718,00. Telah melakukan penyitaan pada perkara Duta Palma tanah/kebun seluas 221.870,901 Ha, uang tunai Rp6.383.825.724.941, SGD 12.859.605, USD 1,873.677, AUD 13.700, Yuan 2.005, Yen 2000.000, Won 5.645.000, RM 300. selain tanah/kebun dan uang juga telah dilakukan penyitaan terhadap 31 unit kapal jenis Tug Boat dan Tongkang, serta 1 unit Helikopter jenis Bell.

Selanjutnya pada perkara suap dan/atau gratifikasi 3 oknum hakim logam mulia emas seberat 51.0006 gram, uang tunai Rp82.163.332.000, SGD 75.438.256, Sen SGD 267, USD 2.338.962, RM 35.992, Sen RM 25, YEN 100.000, EURO 77.200, SAR 23.215, HKD 483.320. Capaian Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi merupakan implementasi dari kewenangan penyidikan mandiri yang dimiliki Kejaksaan telah menunjukkan efektivitas pelaksanaannya.

Kepercayaan Publik Terhadap Kejaksaan

Sejalan dengan survei kepercayaan terhadap lembaga pemerintah yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada 16-21 Januari 2025 yang dirilis pada Senin 27 Januari 2025 Kejaksaan mecapai angka 79% menempati urutan ketiga di bawah presiden dan TNI, dan menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik, KPK 72% urutan tujuh dan Kepolisian 69% urutan kesembilan setelah pengadilan 71%. Berdasarkan paparan yang dilakukan oleh Direktur Eksekutir Indikator Politik Indonesia, Prof. Burhanuddin Muhtadi, M.A., Ph.D tingginya kepercayaan publik terhadap Kejaksaan karena berkaitan dengan gebrakan yang dilakukan Kejaksaan, terutama dalam pengungkapan skandal besar tindak pidana korupsi.

Hal ini menunjukkan public common sense (akal sehat publik) lebih cenderung mengatakan bahwa justru akan lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara jika kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi Kejaksaan semakin diperkuat, bahkan tak hanya dibatasi pada penyidikan tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat. Hal ini tentu menjadi perhatian pembentuk undang-undang untuk tetap mempertahankan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan berdasarkan hasil yang telah ditunjukkan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurut pepatah masyarakat Minangkabau bahwa “baraja ka nan sudah, batuwah ka nan manang” yang berarti bahwa belajar pada yang sudah, bertuah pada yang menang/sukses, hal tersebut juga sejalan dengan pandangan teologis Islam bahwa meneladani sesuatu yang telah teruji dan mempertahankan sesuatu yang telah memberikan kebaikan dan kebermanfaatan, berdasarkan pengalaman dan mencermati kesuksesan yang diraih selama ini oleh Kejaksaan sudah sepantasnya eksistensi kewenangan penyidikan korupsi dan pelanggaran HAM berat tetap dipertahankan dan ditingkatkan kedepannya.

Kejaksaan di Berbagai Negara

Kewenangan penyidikan tindak pidana pada berbagai negara pada dasarnya dimiliki oleh Jaksa. Di Jepang kewenangan penyidikan dan penuntutan merupakan satu kesatuan yang dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan hukum acara pidana Jepang atau biasa disebut Japan Criminal Procedure Code. Dalam penuntutan di Jepang, penuntut umum berwenang untuk memutuskan untuk menuntut atau tidak menuntut dengan syarat atau tanpa syarat. Penuntut umum dapat pula menyidik sendiri, dapat memerintahkan polisi untuk memulai dan menghentikan penyidikan. Dapat mengambil alih penyidikan atau memberi petunjuk kepada polisi, kemudian dalam menyidik dapat pula dibantu oleh Polisi. Di Belanda kewenangan penyidikan dan penuntutan berada ditangan Dewan Kejaksaan Agung yang bertanggung jawab mengawasi kebijakan penuntutan dan penyidikan terhadap Kepolisian dengan memberikan beberapa arahan misalnya mengenai kejahatan yang harus menjadi priorias investigasi. Di Korea Selatan Kejaksaan terlibat langsung dan erat dalam pelaksanaan seluruh investigasi (penyidikan). Crimininal Procedure Act memberi kewenangan hukum untuk melakukan investigasi sendiri (penyidikan) dan mengarahkan lembaga investigasi. Kewenangan tersebut menjadikan kejaksaan di Korea Selatan memiliki peran yang sangat dominan dalam sistem peradilan pidana. Investigasi dan Penuntutan, Jaksa memiliki tugas menyelidiki kejahatan, melakukan penuntutan publik, dan memelihara proses hukum. Lingkup kejahatan yang dapat diselidiki langsung oleh jaksa mencakup antara lain, Kejahatan signifikan seperti korupsi dan kejahatan ekonomi; Kejahatan yang dilakukan oleh pejabat Kepolisian atau pejabat Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi; Kejahatan yang terkait langsung dengan kejahatan yang disebutkan di atas atau dirujuk oleh pejabat polisi yudisial; Arahan dan Pengawasan; Jaksa bertugas mengarahkan dan mengawasi penyidik polisi khusus dalam penyelidikan kejahatan; Permohonan kepada Pengadilan, Jaksa dapat meminta penerapan hukum yang sesuai kepada pengadilan; Eksekusi Putusan Pengadilan, Jaksa mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan; Litigasi Negara, Jaksa dapat mewakili negara dalam perkara litigasi atau mengarahkan dan mengawasi proses tersebut; Tugas Berdasarkan Undang-Undang Lain, Jaksa memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas tambahan yang diatur dalam peraturan lain.

Dalam revisi KUHAP hal yang perlu diperhatikan adalah memberikan kewenangan kontrol penyidikan kepada Kejaksaan. pada berbagai negara kewenangan penyidikan tindak pidana pada dasarnya tidak hanya dimiliki oleh satu lembaga. Penguatan kewenangan penyidikan pidana oleh Kejaksaan di Indonesia perlu dioptimalkan, seperti memberi kewenangan untuk memerintahkan penghentian penyidikan atau mengambil alih penyidikan oleh penyidik dengan tujuan memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan dalam penegakan hukum pidana yang lebih terkontrol, karena perlu dipahami bahwa yang akan melakukan penuntutan terhadap hasil penyidikan adalah Jaksa dihadapan pengadilan. Kewenangan Kejaksaan memimpin dan mengontrol penyidikan sejatinya pernah diatur dalam Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR), pengaturan kembali kewenangan tersebut dalam KUHAP baru perlu dipertimbangkan dengan formula yang lebih efektif dalam mendorong optimalisasi penegakan hukum pidana secara profesional, akuntabel, dan tuntas.

 

(Op/FT)