Selanjutnya ia menyampaikan bahwa kepemimpinan di Kejaksaan memang benar-benar telah bertransformasi.

“Ini harus menjadi titik tekan, bahwa kepemimpinan di Kejaksaan memang benar-benar telah bertransformasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kualitas SDM Jaksa. Karena saat ini, untuk kenaikan pangkat, di Kejaksaan itu ditentukan oleh tingkat pendidikan. Mereka rata-rata memburu sekolah S2 dan S3 jika mau naik pangkat. Itupun harus jelas akreditasi perguruan tingginya. Ada standar akreditasi yang diterapkan terhadap ijazah mereka,” kata Dosen Fakultas Hukum Unhas ini.

“Saya menilai, makin tinggi tingkat pendidikan Jaksa, makin baik cara mereka dan paradigma mereka menegakkan hukum. Jadi memang tidak bisa tamatan sekolah menengah menegakkan hukum. Sebab untuk memahami hukum, harus kuliah dulu dengan rata-rata durasi waktu 3,5 tahun sampai 4 tahun. Lalu kalau dia lanjut S2 memakan waktu 2 tahun. Sekarang di Kejaksaan, rata-rata harus S2 baru dikasih jabatan. Kalau mau naik pangkat yang lebih tinggi, mereka harus S3,”  ungkap Fajlur.

Beberapa mega-korupsi yang diungkap kejaksaan belakangan ini memperlihatkan harapan besar publik terhadap institusi ini.

“Kasus Pertamina ini masih sebagian kecil kasus korupsi. Masih banyak pekerjaan rumah Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi”, ungkapnya. “Sebab korupsi telah menjadi habitus di birokrasi dan perusahaan plat merah,” pungkas Fajlur.