“Jadi jangan lupa dari total 100% Dana Desa yang diterima tiap desa, Pemerintah Desa hanya bisa mengalokasikan 32% dari Dana Desa untuk memenuhi kebutuhan program sektor prioritas lain,” ujarnya mengingatkan. Ditambahkannya Refokusing Anggaran Pemerintah Desa mau tidak mau harus kembali me-Refokusing perencanaan penganggaran dan melaksanakan Musyawarah Desa untuk memangkas program prioritas yang sebelumnya telah disepakati dan tertuang dalam RKP Desa.

“Jadi silahkan saja kalua ada yang mau coba-coba memelihara tradisi buruk memakan dana desa dengan cara yang menyimpang, cepat atau lambat akan berakhir hukum,” ujarnya. Saat ini menurutnya kebanyakan desa merasa bisa seenaknya memakai anggaran sekalipun programnya tidak bermanfaat bagi masyarakat. Sebelumnya hal itu diungkapkan budayawan muda sulsel, Idwar Anwar, yang tampil sebagai pembanding utama pada Dialog Media, bersama sejumlah wartawan di Kafe Baca Makassar.

Sebelumnya tampil Rusman Dg. Naba, S.HI. Wakil Sekretaris Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Sulsel, mewakili ketua umum, yang berhalangan hadir karena kesehatan terganggu. Dalam uraiannya di hadapan sejumlah peserta dialog yang dating dari beragai unsur, diantaranya wartawan, budayawan, seniman, mahasiswa dan penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Rusman menyebutkan kebanyakan kepala desa sangat takut, dan patuh pada arahan pejabat kabupaten. Sementara fenomenanya sudah banyak juga kepala dinas dan kepala desa yang ditangkap karena salah arahan.

Kebanyakan peserta yang hadir mengungkapkan berbagai pemikiran agar terkait anggaran APDESI melakukan mentoring dan pengawasan serta perlindungan dari resiko hukum. Karena kebanyakan pejabat kabupaten hanya mau enaknya memakai ADD dan DD tanpa mau menanggung resikonya. Maka tinggal kepala desa dan sekretaris desa yang berhadapan dengan sanksi hukum. Kabupaten yang sekarang mengalaminya cukup banyak diantaranya, Gowa, Bone, Takalar dll.(Arifuddin)